Kisah di Balik Nama Raja Siak Yang Dijadikan Nama Bandara di Pekanbaru
Selain dua istri tersebut, Sultan punya dua lagi istri yang berstatus selir. Yakni Syarifah Syifak yang dicerai hidup, dan Syarifah Fadlon pada 17 Februari 1957 di Jakarta, seorang janda berdarah Arab-Betawi beranak empat. Syarifah Fadlon mangkat di Jakarta pada 1987 dan dimakamkan di Siak Sri Indrapura.
Selanjutnya, Sultan Syarif Kasim II meninggalkan istana untuk jadi penasihat pribadi Presiden Sukarno. Sambil tak lelah membujuk raja-raja Sumatera Timur bergabung dengan NKRI Syarif Kasim II menyerahkan sebagian hartanya, sebesar 13 juta gulden dan tiga gantang emas, untuk membantu perang kemerdekaan, pada 1945. Sepanjang 1945-1950, Syarif Kasim II berjuang di Aceh dengan bergabung dalam Barisan Ksatria Divisi Rencong pimpinan Ali Hasjmy.
Istana yang mendadak tak punya empu setelah Siak menyatakan bergabung dengan NKRI, langsung jadi sasaran jarahan massa. Namun lambat laun, satu per satu, barang-barang istana dikembalikan. Jika pada masa sekarang ada kolektor barang antik yang mengaku punya koleksi dari Kerajaan Siak, bisa jadi itu dulunya hasil jarahan.
Sultan Syarif Kasim II kembali ke Siak pada Mei 1966 dan mangkat di Rumah Sakit Caltex Sungai Rumbai, Pekanbaru, 23 April 1968 pada umur 74 tahun. Jenazahnya dimakamkan di pekarangan Masjid Syahabuddin. Atas jasanya kepada Republik Indonesia, pemerintah RI melalui Presiden RI BJ Habibie memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Syarif Kasim II pada 1998. Namanya pun diabadikan sebagai nama bandara di Pekanbaru untuk mengenang jasa dan perjuangannya. Para Wisatawan yang ingin mengetahui kisah hidupnya, bisa menziarahi makamnya di pekarangan Masjid Syahabuddin di Kabupaten Siak, Riau.***\