RIAU24.COM - WASHINGTON - Meski melanggar perjanjian Nuklir Jarak Menengah (INF), Amerika Serikat (AS) tetap ngotot menguji coba rudal jelajah darat. Ini adalah uji coba pertama pasca Presiden Donald Trump menarik AS dari perjanjian tersebut.
Dalam sebuah siaran pers, Pentagon mengumumkan pihaknya telah melakukan uji coba rudal jelajah darat yang dikonfigurasi secara konvensional di Pulau San Nicolas, California. Pernyataan itu menyatakan bahwa rudal tersebut meluncur dari peluncur mobile dan secara akurat menghantam target dengan jarak lebih dari 500 km.
"Data yang dikumpulkan dan pelajaran yang diperoleh dari tes ini akan menginformasikan pengembangan kemampuan jarak menengah di masa depan kepada Departemen Pertahanan," kata Pentagon seperti dikutip Sindonews dari Newsweek, Selasa (20/8/2019).
Pentagon juga menyarankan lebih banyak tes semacam itu meskipun telah berulang kali diperingatkan oleh Rusia, yang telah memberlakukan moratorium peluncuran rudal dengan tujuan untuk mencegah perlombaan senjata baru.
Jarak 500 KM merupakan jarak yang pernah dibatasi oleh Perjanjian Angkatan Nuklir Jarak Menengah (INF) 1987 yang ditandatangani oleh Washington dan Moskow.
AS telah menuduh Rusia sebagai pihak yang pertama kali melanggar perjanjian itu melalui pengembangan rudal jelajah daratnya yang dikenal sebagai Novator 9M729. Namun Moskow membantah tuduhan itu, dan balik menuduh Washington yang telah melanggar perjanjian dengan sistem pertahanan yang diduga dapat juga digunakan secara ofensif.
Sebelum AS melakukan uji coba, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan kepada stasiun televisi Rossiya-24 bahwa Moskow menjaga pintu perundingan mengenai rudal yang dilarang oleh INF tetap terbuka.
"Selama AS tidak menyebarkan sistem rudalnya ke Eropa, kami tidak akan melakukan hal yang sama, dan selama tidak ada rudal AS di Asia, tidak akan ada rudal kami di wilatah tersebut," tegasnya.***