Kasus 'IDI Kacung WHO' Jaksa Tuntut Jerinx SID 3 Tahun Penjara
RIAU24.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut penabuh drum Superman Is Dead (SID) I Gede Ary Astina alias Jerinx tiga tahun penjara dan denda Rp10 juta atas kasus dugaan ujaran kebencian terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Jerinx dengan pidana penjara selama tiga tahun, denda Rp10 juta subsider tiga bulan kurungan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Otong Hendra Rahayu sebagai koordinator JPU, di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Selasa 3 November 2020 dilansir dari Antara.
Jaksa menilai terdakwa Jerinx telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ujaran kebencian. Jaksa juga menilai Jerinx melakukan kejahatan dengan sengaja untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya serta memahami atas perbuatan tersebut.
Adapun hal-hal yang memberatkan menurut Jaksa yaitu terdakwa tidak menyesali perbuatannya, terdakwa pernah walk out di persidangan, perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, perbuatan terdakwa melukai perasaan dokter seluruh Indonesia yang menangani pasien COVID-19. Sedangkan hal-hal yang meringankan yaitu Jerinx belum pernah dihukum, mengakui perbuatannya, masih muda dan masih bisa dilakukan pembinaan.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pelanggaran Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 54A ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Tuntutan jaksa ini disampaikan dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Ida Ayu Adnya Dewi, didampingi I Made Pasek dan Dewa Gede Budi Watsara selaku hakim anggota. Jerinx diadili dengan tuduhan mencemarkan nama baik Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Jerinx mengunggah ocehannya soal IDI pada 13 Juni lalu. Tudingan yang membuatnya diterungku adalah:
“Gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan RS seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan dites CV19. Sudah banyak bukti jika hasil tes sering ngawur kenapa dipaksakan? Kalau hasil tes-nya bikin stres dan menyebabkan kematian pada bayi/ibunya, siapa yang tanggung jawab?”