Imigrasi Malaysia Kecam Kematian 149 Warga Indonesia: Tidak Ada Air Bersih dan Makanan
RIAU24.COM - Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh otoritas imigrasi Malaysia menyebabkan kematian 149 warga negara Indonesia yang menjadi sasaran kondisi yang diduga brutal saat ditahan di depot-depot penahanan selama 18 bulan terakhir. Dalam sebuah laporan berjudul Like in Hell, LSM Indonesia mengatakan ada kurangnya kepedulian terhadap kesejahteraan tahanan dari petugas yang bertanggung jawab atas fasilitas di negara bagian Sabah di Borneo Malaysia, di mana hingga 260 orang - termasuk anak-anak - diduga dijejalkan ke dalam sel tak berjendela seukuran lapangan bulu tangkis, yang dilengkapi hanya tiga mangkuk toilet.
Dalam satu contoh, petugas depot diduga meninggalkan seorang tahanan bernama Nathan, yang memiliki sindrom Down dan berusia 40-an, untuk mati dengan tidak menawarkan dukungan kesehatan meskipun dia telah sakit untuk waktu yang lama, menurut Abu Mufakhir, seorang aktivis dengan Koalisi Migran Buruh Berdaulat, atau Koalisi Buruh Migran Berdaulat, yang menyiapkan laporan tersebut.
"Beberapa kali petugas meremehkan kondisi Nathan dengan mengatakan 'kamu masih bisa bertahan kan?', dan hanya memberinya [Parasetamol]," kata Abu pada peluncuran laporan akhir pekan lalu di Sabah.
Nathan meninggal di pusat penahanan Tawau pada bulan Maret. Penyebab kematiannya tidak disebutkan dalam sertifikat kematiannya. Jumlah korban tewas yang dikutip dalam laporan itu didasarkan pada data yang diberikan kepada Koalisi Buruh Migran Berdaulat oleh kedutaan Malaysia di Jakarta, yang melaporkan 2.191 deportasi antara Januari 2021 hingga 24 Juni tahun ini.
Abu mengatakan seorang tahanan lain, Aris bin Siang, meninggal pada bulan September di pusat Tawau setelah diduga ditolak perawatan medisnya, meskipun telah kehilangan kesadaran beberapa kali selama enam bulan penahanannya.
"Enam persen dari mereka yang ditahan meninggal. Ini bukan sesuatu yang bisa terjadi dalam keadaan normal," kata Abu tentang jumlah korban tewas.