Menu

NU Gantikan Istilah Kafir jadi Non-Muslim, ini Kata Menohok Ustaz Felix Siauw

Muhammad Iqbal 5 Mar 2019, 13:22
Ustaz Felix Siauw
Ustaz Felix Siauw

RIAU24.COM - Beberapa waktu, hasil sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) menyarankan agar Warga Negara Indonesia yang beragama non-muslim tidak lagi disebut sebagai kafir menjadi kontroversial.

Hal itupun ditanggapi oleh Ustaz Felix Siauw melalui tulisannya yang berjudul "Kafir atau Non Muslim". Dalam tulisannya itu, dia sempat bercerita tentang dia dan keluarganya yang berbeda keyakinan.

Bahkan, meskipun Ustaz Felix menjadi Mualaf, dia tidak pernah menyinggung kata kafir dalam ucapannya. Selain itu, kata kafir tidak boleh digunakan dalam konteks kewarganegaraan. Dia menilai hal itu adalah berbahaya.

Berikut ini tulisan Ustaz Felix Siauw tentang kata kafir yang menjadi perhatian publik tersebut yang dilansir dari akun Instagramnya. Bahkan, warganet juga bisa mendengar penjelasan tentang hal tersebut di akun Youtube Ustaz Felix.

Kafir atau Non-Muslim

Sebelum rekomendasi "Non-Muslim" menggantikan kata "Kafir" diberikan pun, kita orang Indonesia, sudah sangat hati-hati dan sangat ingin menjaga perasaan saudara kita di Indonesia meski berbeda agama

Saya misalnya nggak pernah memanggil atau menyebut ibu dan ayah saya dengan kata-kata "woy kafir, makan yuk". Kita selalu memanggil dan menyebut orang berdasarkan titel lain yang mereka nyaman didalamnya

Misal, "Mau kemana pi?" atau "Makan yuk mi?", "Bajunya bagus tante", dan lain sebagainya. Tidak hanya di Indonesia, di dunia saya juga melihat hal yang sama, mereka punya padanan kata terhadap kata kafir, misalnya non-Muslim atau selain Islam

Hanya yang menjadi permasalahan bukanlah hal itu. Tapi sebuah ide pemikiran yang ada di belakangnya. Bahwasanya kata "kafir" tidak boleh digunakan dalam konteks kewarganegaraan. Ini yang berbahaya

Karena ada upaya ingin menaruh negara diatas agama, bahasa kerennya "ayat konstitusi diatas ayat suci". Di mata negara, tidak ada kafir dan mukmin, sebagaimana negara sekuler yang lainnya

Inilah pemikiran liberal yang sangat berbahaya, bagi mereka kata kafir dan Muslim harus dihilangkan dalam konteks kewarganegaraan, walau dalam istilah teologis masih dibolehkan. Melatih cara berpikir sekuler bukan? Bahwa jangan bawa-bawa agama, jangan bawa-bawa Allah dalam urusan bernegara