Gara-gara Aturan Ambang Batas Presiden, Pemilu Serentak 2019 Jadi Porak Poranda
Apalagi terkait kabar di media sosial. Sehingga semua pihak terkesan mencurahkan perhatian untuk menangani dan menganalisis kasus berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian, serta bentuk pencemaran lain.
Menurutnya, situasinya akan berbeda bila pasangan capres dan cawapres yang dihadirkan di Pilpres 2019 berjumlah lima.
Lebih lanjut, Effendi menilai, sistem PT tersebut pada akhirnya telah merenggut jiwa pelaksanaan pemilu secara serentak.
"Jadi kami pun, pengaju judicial review ke MK, sudah meminta dari jauh hari agar pemilu serentak versi UU Pemilu dibatalkan saja, kembali ke pemilu seperti 2014," ujarnya lagi.
Tak hanya itu, Effendi juga mendorong evaluasi secara menyeluruh dilakukan terhadap sistem PT. Salah satunya, terkait jabatan presiden yang hanya satu kali. Hal ini untuk mengantisipasi pertarungan ulang yang dapat membuka luka lama.
"Belajar dari sejarah dan pengalamannya masing-masing, maka di Korea Selatan masa jabatan presiden satu kali [selama] lima 5 tahun, di Filipina satu kali [selama] enam tahun. Sehingga tidak akan pernah ada rematch atau calon presiden yang sama bertarung kembali," terangnya. ***