RIAU24.COM - Para ilmuwan temukan seni cadas di Amazon yang berkaitan dengan kegiatan ritual suku Amazon, Batuan dengan ukiran (relief) bentuk manusia yang mungkin berasal dari sekitar 2.000 tahun yang lalu.
“Saya telah bekerja dengan seni cadas dan kelompok Pribumi di setiap benua dan kami tidak pernah cukup beruntung untuk memiliki kesesuaian langsung antara kesaksian Pribumi dan motif seni cadas tertentu," kata arkeolog Universitas Exeter, Jamie Hampson.
Karakter relief tersebut, beberapa di antaranya diperkirakan berusia lebih dari 11.000 tahun, mencakup ratusan figur manusia beserta keseluruhan ekosistem berbagai hewan, tumbuhan, dan bentuk geometris.
Para ahli mengungkapkan bahwa lukisan-lukisan tersebut bukan sekadar catatan tentang apa yang diamati para seniman di sekitar mereka pada saat itu, tetapi juga berisi catatan tentang negosiasi yang diritualkan dengan alam roh.
Baca Juga: Anak Inul Daratista Cuma Jajan Rp20 Sehari, Netizen Sentil Kenzy Anak Andre Taulany
Lukisan-lukisan tersebut mencakup adegan orang-orang yang berubah menjadi hewan, dan bahkan hibrida tumbuhan/manusia.
"Berikut ini adalah hewan-hewan yang ada di sana, mereka ada di pegunungan yang dahulu kala ada dan dikaitkan dengan di dunia spiritual…" tutur Ismael Sierra, penutur bahasa Tukano, menjelaskan tentang lukisan-lukisan yang ditemukan di sebuah situs bernama La Fuga.
Mereka berada di lokasi yang dikenal sebagai Praia das Lajes dan pertama kali terlihat pada tahun 2010, pada periode kekeringan yang tidak separah saat ini.
Ukiran batu tersebut muncul dengan latar belakang hutan lebat, dengan air rendah Sungai Negro yang berwarna kecoklatan mengalir di dekatnya.
Sebagian besar ukirannya berbentuk wajah manusia, ada yang berbentuk persegi panjang dan ada yang berbentuk oval, dengan ekspresi tersenyum atau muram.
Baca Juga: Denny Sumargo Didatangi Ayah Natasha Wilona Gegara Podcast Tak Tayang, Ini Alasannya...
Bagi Beatriz Carneiro, sejarawan dan anggota Iphan, Praia das Lajes memiliki nilai yang luar biasa untuk memahami orang-orang pertama yang mendiami wilayah tersebut, sebuah bidang yang masih sedikit dieksplorasi.
“Sayangnya, hal ini kini muncul kembali seiring dengan memburuknya kekeringan,” kata Carneiro. “Mengembalikan debit sungai ini dan menjaga ukiran tetap terendam akan membantu melestarikannya.” Munculnya ukiran di tepi sungai telah menyenangkan para ilmuwan dan masyarakat umum, tetapi juga menimbulkan pertanyaan yang meresahkan tentang dampak degradasi lingkungan.
“Kami melihat (ukirannya) dan menurut kami itu indah. Namun di saat yang sama, ini mengkhawatirkan. Saya juga memikirkan apakah sungai ini akan ada dalam 50 atau 100 tahun mendatang," kata Ribeiro.