Ini Faktor Penting yang Disebut-sebut Luput dari Pantauan TGPF Polri, Terkait Kasus Novel Baswedan
RIAU24.COM - im Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Polri, yang bertugas mengusut kasus penganiayaan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, telah menyelesaikan tugasnya.
Dalam pemaparan yang digelar Rabu 17 Juli 2019 siang tadi, TGPF menyimpulkan ada tiga sosok misterius yang diduga menjadi pelaku penganiayaan tersebut.
Namun hasil kinerja TGPF selama enam bulan tersebut, banyak dikritik karena dinilai tak maksimal. Bahkan Novel Baswedan sendiri, mengaku sangat kecewa dengan hasil itu.
Sedangkan Amnesty Internasional Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo mengambil alih penuntasan kasus Novel Baswedan dengan membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen. Amnesty menilai, TGPF bentukan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian tersebut gagal mengungkap pelaku.
Sementara itu, anggota Penasihat Hukum Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa, menilai TGPF melupakan satu faktor penting dalam penelusuran kasus itu, yakni perkara buku merah.
"Ada satu lagi yaitu kasus buku merah," lontarnya di Gedung KPK, Jakarta.
Dilansir viva, kasus buku merah tersebut adalah dugaan perusakan barang bukti oleh oknum penyidik KPK yang berasal dari Polri. Buku merah itu berisi catatan keuangan perusahaan terdakwa Basuki Hariman yang di dalamnya diduga terdapat aliran dana kepada perwira polisi. Saat ini, perwira tersebut sudah berpangkat jenderal.
Untuk diketahui, dalam ekspose tadi, TGPF bentukan Kapolri menyebutkan enam kasus high profile yang ditangani Novel Baswedan, yang diduga menjadi pemicu teror air keras terhadap penyidik senior KPK tersebut.
Alghiffari tidak menampik, enam kasus yang disebutkan TGPF Kapolri tersebut bisa menjadi motif penyiraman air keras terhadap Novel. Namun menurut ia menyayangkan kasus buku merah seolah terlupakan.
Memang, dalam kasus itu Novel tidak bertindak sebagai penyidik langsung. Namun seminggu sebelum dirinya dianiaya orang tak dikenal, Novel mengetahui akan ada penyerangan terhadap salah satu penyidik KPK.
Alhasil, Novel kemudian menghubungi teman-temannya di Kepolisian untuk mengamankan penyidik KPK dari Kepolisian tersebut.
"Akhirnya tidak sampai ada penyerangan, cuma laptopnya dicuri dan itu terkait kasus buku merah," beber Alghiffari.
Atas dasar itulah, pihaknya berkeyakinan penyerangan terhadap Novel juga berkaitan dengan kasus buku merah, yang justru tidak disebutkan TGPF bentukan Kapolri.
"Kalau mau fair, seharusnya ada tujuh kasus, bukan enam. Selain hilangnya laptop yang isinya berkas-berkas buku merah, kemudian robekan buku merah, kenapa ini kemudian dihilangkan dari dugaan-dugaan itu? Kalau mau fair ya ada tujuh, ada buku merah," ulangnya.
Dalam konferensi tadi siang, TGPF bentukan Kapolri menyebutkan penganiayaan yang dialami Novel diduga berkaitan dengan salah satu dari 5 kasus yang ditangani KPK. Selain itu ada 1 kasus yang masih berkaitan dengan jabatan Novel di Polri waktu lampau.
Kasus-kasus tersebut yakni kasus E-KTP, kasus Wisma Atlet, kasus Akil Mochtar, kasus Sekjen MA, kasus Bupati Buol dan kasus Novel terkait sarang burung walet.
Karena itu, TGPF merekomendasikan agar dilakukan pendalaman atas prosedur penanganan atau dalam pengusutan enam kasus tersebut. Namun TGPF juga tak menampik kemungkinan, penganiayaan itu masih berkaitan dengan kasus lainnya. ***