Giliran LSM Sebut Omnibus Law Hanya Untungkan Segelintir Pengusaha
RIAU24.COM - Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah menilai, rancangan undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja hanya akan menguntungkan segelintir pengusaha, khususnya mereka yang bergerak di sektor batu bara. Kondisi sebaliknya, malah akan dialami masyarakat. Khususya mereka yang bermukim di sekitar areal tambang. Karena bisa diprediksi, nantinya mereka akan digusur dan terusir.
Dilansir cnnindonesia, Rabu 22 Januari 2020, penilaian itu dilontarkannya dalam diskusi di Jakarta, Selasa (21/1/2020) kemarin.
Menurut Merah, Omnibus Law bakal mempermudah perusahaan tambang batu bara yang izinnya akan habis dalam waktu dekat. "Di balik mereka (perusahaan tambang yang akan habis masa izinnya) ini nama-nama oligarki politik batu bara," lontarnya.
Menurutnya, perusahaan-perusahaan itu diuntungkan karena Omnibus Law bakal mengubah Pasal 35 dan 36 UU Minerba. Aturan itu akan mengubah izin usaha pertambangan khusus (IUPK) menjadi Perizinan Berusaha Pertambangan Khusus (PBPK).
"Kenapa? Karena mereka mendapat perpanjangan kontrak otomatis. Kedua, mereka tidak perlu mengikuti lelang, tidak dikembalikan negara wilayahnya. Padahal kalau kontrak habis kan harusnyanya dikembalikan ke Negara," terangnya lagi.
Tak hanya itu, perusahaan tambang juga diuntungkan dengan penghapusan aturan maksimal wilayah operasi produksi, yang sebelumnya dibatasi maksimal 15 ribu hektare. Sedangkan Omnibus Law membebaskan luas wilayah pertambangan.
Selain itu, Omnibus Law juga tak lagi membatasi waktu kontrak. Sebab perusahaan tambang mendapat 30 tahun pada kontrak pertama lalu perpanjangan kontrak 10 tahun hingga usia tambang habis.
"Ini bahaya, akan menyebabkan terjadinya pengusiran terhadap masyarakat yang berada di wilayah terdekat tambang. Pasti digusur dan terusir, karena tidak ada batasan wilayah. Dia bisa terus menerus sampai tambang kering, disedot habis," tandasnya.
Beberapa waktu lalu, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta publik tidak terpengaruh dengan draft Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka) yang abal-abal. Sebab hingga saat ini, belum ada draft Omnibus Law RUU Cilaka yang disampaikan pemerintah ke DPR secara resmi.
Sementara terkait draft Omnibus Law yang beredar di masyarakat saat ini, Puan mengaku tidak tahu tentang asal usulnya. Ia mengaku khawatir, draft Omnibus Law yang beredar itu bisa menimbulkan salah persepsi di tengah masyarakat. ***