Menu

Perusahaan Singapura Diduga Tanam Investasi di Kawasan Hutan Riau Secara Ilegal

Satria Utama 1 Feb 2020, 15:54
Raya Demawanto
Raya Demawanto

RIAU24.COM -  Perusahaan asal Singapura, Heeton Investment Pte Ltd ikut terseret dalam pusaran kasus pemanfaatan kawasan hutan secara ilegal di Propinsi Riau. Perusahaan yang di negara asalnya bergerak di bidang properti ini, ikut menanamkan modal sebesar 50 persen di perkebunan kelapa sawit yang sebelumnya dikelola secara penuh oleh PT Peputra Supra Jaya (PSJ).

Berdasarkan penjelasan pada situs resmi Mongabay.co.id, Heeton Investment bergerak dalam pengembangan dan investasi properti di Singapura. Ia dipelopori Toh Khai Cheng, selaku pendiri dan direktur perusahaan sejak 1976. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Singapura sejak 8 September 2003.

Saat ini, Heeton dipimpin Toh Giap Eng, selaku Executive Deputy Chairman. Heeton banyak menjalin kemitraan untuk pengembangan properti baik di Singapura maupun Kuala Lumpur. Ini juga tidak jauh berbeda dengan gurita bisnis PT PSJ yang didirikan pada tahun 1995 lalu oleh Sinmardi Taman, yang memiliki nama lahir Pek Sing Tjong dan meninggal dunia pada Maret 2017 lalu. Selain bidang perkebunan, PT PSJ juga bergerak di bidang pengembangan properti, mall dan perhotelan.

PT PSJ yang sebelumnya merupakan perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri, pada pertengahan tahun 1996 menjadi perusahaan Penanaman Modal Asing dengan menyertakan saham Heeton Investment Pte Ltd dalam bisnis perkebunan kelapa sawit di Riau.

Founder Rumah Nawacita, Raya Desmawanto, MSi menyebutkan, hasil penelusuran dan pemberitaan Mongabay.co.id sebagai media kredibel berpusat di Amerika Serikat tersebut, patut ditindaklanjuti pasca-terbitnya putusan Mahkamah Agung nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018. 

“ Berdasarkan putusan Mahkamah Agung, kita melihat perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT PSJ di Langgam, Kabupaten Pelalawan Riau dengan luas lahan 3.323 hektar itu ternyata berada di kawasan hutan negara. Ironisnya lagi, penggunaan lahan itu dilakukan tanpa izin, dan sudah terjadi selama belasan tahun” tegas ujar Founder Rumah Nawacita, Raya Desmawanto, MSi, Sabtu (01/02/20) siang tadi.

Menurut informasi yang dihimpun, PT PSJ bersama mitranya asal Singapura itu hanya menguasai lahan seluas 1500 hektar. Ini mengacu pada Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) sebagaimana Surat Keputusan Bupati Pelalawan nomor: Kpts.525.3/DISBUN/2011/113 tertanggal 27 Januari 2011. Namun fakta di lapangan, luas areal yang mereka jadikan perkebunan sawit kabarnya mencapai 9.324 hektar.

Artinya, diluar 3.323 hektar lahan yang sudah diputuskan melalui Mahkamah Agung, PT PSJ dan perusahaan mitranya dari Singapura disinyalir masih menguasai lahan secara ilegal seluas 4.592 hektar. Kuat dugaan, lahan inilah yang mereka jadikan sebagai areal kebun plasma yang diberikan kepada 8 koperasi pecahan dari Koperasi Sawit Raya yang bermitra dengan PT Peputra Supra Jaya.

Keterlibatan perusahaan asing yang ikut menanamkan investasi di lahan yang diduga ilegal itu, perlu dilakukan pendalaman secara khusus. Apalagi perusahaan sekelas Heeton Investment asal Singapura diyakini pasti memahami aturan yang berlaku. Termasuk kewajiban mereka untuk tunduk dan taat terhadap aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

“ Kebenaran informasi tentang keterlibatan pihak asing dalam pemanfaatan kawasan hutan secara ilegal di Indonesia itu harus ditelusuri. Pemerintah harus menjadikan ini sebagai prioritas perhatian. Ini bukan hanya soal perizinan, tapi lebih penting dari itu, yakni menyangkut masalah kedaulatan terhadap sumber daya alam,” ujar Raya.

Selain itu, ditegaskan Raya otoritas terkait khususnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI juga harus menelisik kewajiban pajak yang disetor oleh perusahaan yang ditengarai mengelola lahan/ hutan secara ilegal. Hal tersebut selaras dengan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa ada potensi hilangnya penerimaan negara dari penguasaan dan pengelolaan lahan/ hutan secara ilegal. 

 

" Negara membutuhkan penerimaan pajak yang optimal. Salah satunya dari sektor perkebunan dan kehutanan. Ketika ada informasi yang harus ditelusuri seperti ini, maka perangkat negara harus bergerak melakukan langkah konkret," tegas Raya. 

Raya Desmawanto, yang juga pendiri Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI) Riau ini menegaskan, pihaknya akan melakukan kajian secara khusus akan membawa persoalan itu ke pemerintah pusat.

“ Ini sangat serius, tidak boleh dibiarkan. Inilah momentum untuk melakukan penataan agraria. Bukan tidak mungkin di daerah lain, hal yang sama banyak terjadi. Karena itu, otoritas terkait seperti Kementerian LHK dan Dirjen Pajak Kemenkeu harus responsif,” tegas Raya Desmawanto, MSi.****