Larang Mudik, Refly Harun Sebut Pemerintah Melanggar Hak Asasi
Refly memaklumi pembatasan tersebut bisa dibenarkan karena ada deklarasi dari Presiden Jokowi mengenai darurat kesehatan masyarakat seusai dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Selain itu, deklarasi darurat bencana nasional sesuai UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Namun, dia mempertanyakan ketentuan aturan mana yang dipakai, apakah salah satu atau keduanya. Sebab, berdasarkan asas Lex Posteriori Derogat Legi Priori, bahwa hukum yang terbaru (lex posterior) mengesampingkan hukum yang lama (lex prior).
“Kalau baca Permenhub tersebut, dasarnya justru UU Kekarantinaan Kesehatan, dimana ada kewenangan pemerintah setelah mengeluarkan status darurat kesehatan masyarakat, untuk melarang orang bepergian keluar dan masuk. Itu artinya karantina wilayah,” ujar eks Komisaris Utama PT Jasa Marga itu.
Berdasar pada UU Kekarantinaan Kesehatan, terdapat karantina wilayah, karantina rumah, karantina rumah sakit, hingga karantina perbatasan. Hanya saja, pemerintah tidak menerapkan karantina wilayah, melainkan PSBB atau populer dikenal social distancing.
“Yang diterapkan adalah social distancing, tapi materi substansinya adalah karantina wilayah. Bagaimana ini duduk persoalannya? Entah pemerintah sengaja melakukan penyelundupan aturan hukum. Kalau karantina wilayah yang diterapkan, maka kebijakan tersebut mewajibkan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan dasar penduduk yang dikarantina, termasuk hewan ternak,” terang dia.
Refly menyarankan, lockdown di rumah merupakan cara paling efektif dalam memerangi COVID-19. Hanya petugas karantina dan aparat keamanan yang boleh berkeliaran. Sementara, pemerintah harus memenuhi kebutuhan pokok bagi masyarakat kaya maupun miskin.