Minta Reshuffle Kabinet, Peneliti Insis Minta PSI Tunjuk Hidung Menteri yang Harus Diganti
RIAU24.COM - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meninta Presiden Joko Widodo untuk melakukan reshuffle menteri kabinet. Peneliti dari Institut Riset Indonesia (Insis) Dian Permata menilai usulan PSI itu jangan ditelan mentah-mentah oleh pemerintah.
"Soal kapan usulan ditelan, itu soal lain," kata Dian dilansir dari Rmol.id, Jumat, 22 Mei 2020.
Dian sendiri menyayangkan sikap PSI yang tidak mau menyebutkan pos menteri dan di bagian mana menurut mereka yang layak diganti.
"Apakah Menteri Perhubungan yang membuat lelucon peringatan adanya penyebaran Covid-19? Budi Karya pernah melontarkan kelakar di sebuah forum ilmiah di UGM. Ia menyatakan, orang Indonesia kebal corona lantaran gemar makan nasi kucing," lanjutnya.
PSI juga bisa saja menyasar Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Sebab Bahlil pernah berkelakar, lamanya proses perizinan di Indonesia membuat Corona sulit masuk Indonesia. Guyonan tersebut dilemparkan Bahlil dalam acara Manager Forum XLIV 'Kebijakan Investasi untuk Mendorong Perekonomian Nasional dan Coorporate Busines'.
"Dalam acara tersebut dihadiri oleh Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo," tambah Dian.
Kemudian, masih kata Dian, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan juga bisa jadi sasaran PSI. Sebab, sang menteri pernah menyatakan bahwa obat corona adalah jamu.
Berikutnya, lanjutnya, Menkopulhukam Mahfud MD yang awalnya juga pernah menyangkal bahwa Corona sudah masuk Indonesia. Belakangan, pernyataan dia ralat sendiri dengan pernyataan menguatkan pemerintah sedang sekuat tenaga memerangi corona.
Kemudian ada juga mengenai kisruh data dan angka bantuan pemerintah kepada masyarakat yang melibatkan sejumlah kepala daerah dengan Menteri Sosial bersama Menteri Pembangunan Desa Tertinggal, dan juga Menteri Keuangan.
"Bisa juga soal perbedaan data buruh terancam PHK antara Menteri Tenaga Kerja dengan data Kadin, atau versi buruh," terangnya.
Dian Permata meminta PSI gamblang menunjuk hidung menteri yang harus diganti karena tidak mampu menterjemahkan kemauan Jokowi dalam merespon efek samping Covid-19. Dengan begitu, desakan mereka tidak sekadar mencari panggung di saat Pandemik Covid-19.
"Publik akan mengganggap PSI sedang Stand Up Comedy. Tidak ada data langsung ngecap. Ini berbeda dengan karakter PSI yang sebelumnya sudah dibangun," tutupnya.