Rupiah Menguat terhadap Dollar AS, Rizal Ramli Malah Sebut Itu Hanya Semu, Ini Sebabnya
RIAU24.COM - Ekonom senior Rizal Ramli bicara soal kondisi perekonomian Indonesia. Salah satunya terkait nilai tukar rupiah yang mengalami penguatan di tengah tekanan ekonomi dalam negeri. Namun menurutnya, penguatan rupiah itu sebenarnya semu. Sebab, hal itu terjadi karena Amerika Serikat (AS) sedang mencetak banyak uang karena memberikan stimulus ekonomi nasional hingga US$ 2 triliun.
Langkah AS itu membuat mata uang negara lain seperti Indonesia mengalami penguatan yang semu.
"Semua indikator makro ekonomi ini negatif, tapi kok rupiah stabil? Menurut saya ini terjadi karena dua hal, satu di Amerika sana mereka sedang nyetak uang besar sekali. Stimulus terakhir di sana US$ 2 triliun, akibatnya mata uang dollar anjlok, mata uang lain jadi kuat. Ini stabilitas semu," lontarnya, dalam diskusi publik The Magnificent Seven yang disiarkan di YouTube, Senin 29 Juni 2020.
Tak hanya itu, Rizal juga mengungkapkan Indonesia masih memiliki pinjaman luar negeri yang terus bertambah. Utang ini dinilainya sebagai hal yang negatif untuk perekonomian dalam negeri.
"Makin lama pinjaman makin besar dan bunganya alias yield itu makin tinggi, bahasa sederhananya ekonomi kita bagaikan petinju ini kelimpungan karena terlalu banyak utang. Kalau 98 utang banyak di swasta, hari ini pemerintah dan BUMN sebagai petinju kelimpungan tapi didoping oleh pinjaman," tambahnya, dilansir detik.
Apalagi, tambahnya, telah terjadi kasus gagal bayar yang menurut Rizal terjadi pada 46 perusahaan asuransi sekuritas. Hal ini membuat perekonomian bagaikan terkena pukulan telak.
"Selain itu ada berbagai kasus gagal bayar asuransi sekuritas, total 46 perusahaan gagal bayar dan rata-rata totalnya antara Rp400-500 triliun. Situasi ini membuat ekonomi Indonesia bagai petinju goyang, dan coba distabilkan utang luar negeri, tapi ada jab alias pukulan dari gagal bayar Rp400-500 triliun. Akhirnya terjadilah krisis hari ini," terangnya.
Yakin Menguat
"Nilai tukar rupiah masih undervalue, sehingga berpotensi untuk terus menguat dan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya dalam rapat dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta.
Perry melaporkan nilai tukar rupiah masih tercatat naik 3,26% secara point to point dan naik 5,65% secara rerata dibandingkan level Mei 2020. Hal itu disebabkan berbagai faktor positif termasuk aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan.
Potensi penguatan rupiah diyakininya juga didukung oleh masih rendahnya inflasi, penurunan defisit transaksi berjalan hingga membaiknya risiko di ekonomi global dan domestik. BI memperkirakan dolar AS rata-rata di 2020 ini berada di kisaran Rp 14.000-14.600. Sementara untuk tahun depan diperkirakan membaik di kisaran Rp 13.700-14.300. ***