Panas Soal Reshuffle Kabinet, Pengamat Sebut Sinyal Dari Jokowi Sudah Pasti, Begini Perkiraannya
RIAU24.COM - Pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengancam untuk merombak (reshuffle) kabinetnya, diyakini bukan ultimatum samar-samar. Bahkan selama ini Jokowi belum pernah memberikan sinyal yang demikian terang.
Meski tidak menyebut nama dan waktu kapan reshuffle akan dilaksanakan, namun pengamat ternyata sudah punya prediksi tentang hal itu. Jokowi secara langsung telah memberikan sinyal yang cukup terang benderang. Ada tiga sektor yang jadi sorotan, yakni kesehatan, perlindungan sosial dan ekonomi.
Di bidang kesehatan, Jokowi mencontohkan, anggarannya Rp75 triliun (sesungguhnya Rp87,55 triliun setelah penambahan postur anggaran), tetapi yang terserap cuma 1,53 persen (naik 4,68 persen dalam 10 hari setelah teguran keras Jokowi).
Sedangkan dalam bidang perlindungan sosial, Jokowi tak menyebut secara lugas, namun masih ditemui banyak kendala distribusi bantuan sosial dan belum 100 persen tersalurkan. Padahal, seharusnya sekarang sudah beres.
Sementara pada sektor ekonomi, Jokowi mengamati, anggaran untuk stimulus bagi usaha mikro, kecil, dan menengah, dan usaha berskala besar, termasuk perbankan, belum terserap maksimal. Padahal, stimulus itu begitu penting untuk mencegah atau mengurangi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Terkait hal itu, sejumlah pengamat politik menilai, pernyataan Jokowi itu sudah cukup jelas. Dilansir viva, Kamis 2 Juli 2020, pengamat politik Yunarto Wijaya memprediksi perombakan kabinet bisa saja terjadi sebelum agenda pidato kenegaraan Jokowi pada 16 Agustus 2020. Dalam momen setiap 16 Agustus biasanya Jokowi menyampaikan pidato tentang APBN yang bertepatan dengan sidang tahunan MPR, DPR, dan DPD.
Prediksi Yunarto tidak asal-asalan. Faktanya, saat memimpin di periode pertama sebagai presiden, Jokowi pernah membongkar-pasang kabinetnya pada bulan Juli atau Agustus.
Pada 12 Agustus 2015, Jokowi merombak lima kementerian utama dan strategis seperti Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, dan Kementerian/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Belum genap setahun usia kabinet baru, pada 27 Juli 2016, Jokowi merombak lagi formasi para pembantunya. Kali ini lebih besar-besaran dan yang tergusur lebih banyak, meliputi 13 kementerian/lembaga, yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, BKPM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan lain-lain.
Bila reshuffle itu benar-benar terjadi, pakar komunikasi politik Effendi Gazali memprediksi hal itu bakal menimbulkan kegaduhan. Meski tak penting. Khususnya jika berurusan dengan menteri-menteri dari kalangan partai politik.Ada 16 menteri dari total 34 menteri yang berasal dari partai politik di kabinet Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Lebih separuh di antaranya tergolong menteri strategis dan vital, misal Yasonna Laoly, Tjahjo Kumolo, Juliari Batubara, Airlangga Hartarto, Agus Suparmanto, Ida Fauziyah, Prabowo Subianto, dan Edhy Prabowo.
Sementara itu, pernyataan lebih gamblang dilontarkan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin.
Dalam Youtube tvOne News, Kamis 2 Juli 2020, Ujang menyebutkan dokter Letjen Dr dr Terawan menjadi salah satu dari beberapa nama yang bakal dicopot Jokowi dari kursi menteri. Selain itu, Ujang juga menyebut sejumlah nama lain seperti Menteri Sosial Juliari Batubara, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Untuk diketahui, Letjen Terawan bukan dokter biasa dia memiliki sejumlah reputasi yang hebat di dunia. Sebelum menjabat menteri Letjen Terawan merupakan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Terlepas dari menteri dari kalangan partai politik maupun nonpartai politik, menurut pakar hukum tata negara Refly Harun, secara umum para pembantu presiden itu memang tidak bermutu tinggi. Kalau dinilai berdasarkan skala 1 sampai 10, katanya, menteri-menteri Jokowi di periode kedua justru kurang dari 6.
Para menteri Jokowi di periode pertamanya saja bernilai 6, dan karenanya, reshuffle tak terhindarkan bahkan ketika usia kabinet belum genap setahun pada 2015. ***