Harapan Sri Mulyani Untuk Dapat Tambahan Pemasukan Bagi Negara Kandas Gara-gara Sikap Donald Trump
RIAU24.COM - Upaya Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menarik pungutan pajak digital pada bulan ini gagal total. Pasalnya, Amerika Serikat masih menolak kebijakan pajak tersebut, meski Indonesia dan negara-negara G20 berharap prinsip kebijakan bisa disepakati pada Juli ini.
Pajak digital merupakan pengenaan pungutan kepada perusahaan penyedia produk dan jasa di bidang digital dari suatu negara yang berbisnis di negara lain. Untuk diketahui, negara-negara forum G20 belum bisa memungut pajak digital, antara lain seperti, layanan streaming nonton Netflix, media sosial Facebook dan hingga e-commerce raksasa Amazon.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan melakukan investigasi atas rencana pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari pemerintah di sejumlah negara di dunia terhadap perusahaan digital asal Negeri Paman Sam. Antara lain, Netflix, Google, Apple, Facebook, hingga Amazon.
Langkah ini dilakukan untuk melindungi para perusahaan dari pungutan pajak di negara lain, termasuk Indonesia. Bahkan, AS pernah memusuhi Prancis dengan memberlakukan pengenaan tarif bea masuk impor karena menerapkan pungutan pajak kepada perusahaan digital AS.
Meski demikian, Ani mengatakan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) setidaknya sudah membuat dua pilar terkait kebijakan pajak digital.
Pertama, pilar pendekatan terpadu (unified approach). Ia mengatakan pilar ini akan fokus pada hak pemajakan dari korproasi yang beroperasi secara digital dan tanpa batas (borderless).
Selain itu, juga akan mengatur soal pembagian penerimaan pajak antara PPh dan pajak profit di masing-masing negara berdasarkan wilayah operasi perusahaan digital tersebut.
"Misal ada satu perusahaan, seperti Google, yang beroperasi di banyak negara, berapa kita akan membagi profit yang di-generate masing-masing jurisdiksi dan bagaimana pembagian pajak pendapatannya," jelasnya seperti dilansir CNN Indonesia.
Kedua, pilar proposal erosi anti basis global (global anti base erosion proposal). Pilar ini fokus mengurus soal hak pajak tambahan di satu negara atau jurisdiksi atas penghasilan yang dipajaki lebih rendah dan tarif pajak yang efektif. "Hal ini akan berkaitan dengan banyaknya negara yang mengalami penurunan (penerimaan) PPh," katanya.
Pilar ini, sambung dia, juga akan memetakan kemampuan suatu negara untuk mencegah erosi perpajakan yang muncul dari negara lain. Sebab, ada beberapa negara yang bisa memberikan pungutan perpajakan yang sangat ringan, misalnya para negara 'surga pajak'.
"Ini tentu tidak bisa disaingi negara lain karena menghadapi banyak kebutuhan penerimaan negara," terang Ani.***