Keluhan Jokowi Soal Bandara Internasional Dicurigai Jadi Modus Bakal Lepas ke Pihak Asing
RIAU24.COM - Keluhan Presiden Joko Widodo tentang banyaknya jumlah bandara internasional di Indonesia dicurigai bakal jadi modus untuk melepas pengelolaan bandara ke pihak Asing. Kecurigaan itu disampaikan Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto.
Menurut Satyo, syarat sebuah bandara bisa disebut sebagai bandara internasional bukan karena fasilitas penerbangan seperti panjang landasan, terminal megah, pesawat besar dan canggih. Melainkan cukup tersedianya pelayanan custom, keimigrasian, dan karantina.
“Justru dengan status bandara internasional memudahkan dan akan terjadi efisiensi dalam lalu lintas orang dan barang. Karena tersedianya pelayanan pabean, imigrasi dan karantina. Sebab tidak ada keharusan negara membangun bandara megah dan luas yang akan membutuhkan biaya banyak untuk membangun dan maintenancenya," ujar Satyo Purwanto seperti dilansir RMOL, Jumat (7/8). Mantan
Sekretaris Jenderal (Sekjen) ProDEM ini pun curiga bahwa pernyataan Presiden Jokowi tersebut terdapat tujuan tertentu. Yakni ingin melepaskan pengelolaan bandara kepada pihak swasta asing. "Kita jadi curiga jangan-jangan statemen Jokowi tersebut alibi untuk melepaskan pengelolaan bandara-bandara tersebut ke swasta asing," pungkas Satyo.
Sementara itu, dosen komunikasi Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah, menanggapi pernyataan Presiden Jokowi yang keheranan dengan hasil kerjanya sendiri. "Terlihat benar Presiden hanya ingin kabar baik. Tentu disayangkan, karena semakin sering menyudutkan (pihak lain) selain diri Presiden sendiri," ujar Dedi Kurnia Syah
Hal itu, lanjut Dedi, karena Presiden mencari sesuatu untuk disalahkan atas pertumbuhan ekonomi penerbangan di kuartal II 2020 yang anjlok cukup dalam berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Di mana sektor yang turun paling besar adalah angkutan udara dengan kontraksi sebesar 80,23 persen.
"Semestinya ini menjadi acuan evaluasi, ada kesalahan besar dalam tatakelola pemerintahan. Presiden seharusnya melihat itu, dan berhenti mencari dalih untuk pembelaan," kata Dedi.
Presiden Jokowi menanggapi data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa sektor yang turun paling besar adalah angkutan udara dengan kontraksi sebesar 80,23 persen.
Jokowi pun menyebut bahwa angka penurunan di sektor penerbangan itu masih berkaitan dengan turunnya angka wisawatan mancanegara yang datang ke Indonesia. Jokowi juga mencatat, angka wisawatan mancanegara turun hingga 81 persen jika dibandingkan dengan Kuartal I 2020. Bahkan, turun 87 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Dari situ, Presiden Jokowi mengeluhkan tata kelola sektor penerbangan yang mesti harus diperbaiki. Salah satunya ialah mengenai jumlah bandara Internasional yang cukup banyak.
"Saya melihat bahwa airline hub yang kita miliki terlalu banyak dan tidak merata. Ini agar kita lihat lagi. Saat ini terdapat 30 bandara Internasional. Apakah diperlukan sebanyak ini?" ujar Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (6/8).***