Jika Nekat Perangi Turki, Kapal Induk Nuklir Prancis Ini Diyakini Bakal Keok, Cuma 2 Hari
RIAU24.COM - Ancaman Prancis yang menyatakan akan mengirim kapal induk nuklirnya ke Laut Mediterania Timur untuk berperang melawan Turki, diyakini hanya gertak sambal semata.
Bahkan, jika Prancis benar-benar melaksanakan ancamannya itu, diyakini bakal sia-sia. Bahkan sebaliknya, militer Turki diperkirakan akan dengan mudah mengalahkannya. Tak butuh waktu lama, cukup dua hari.
Pernyataan itu dilontarkan mantan komandan perang Angkatan Laut Turki, Laksamana (Purn) Deniz Kutluk. Hal itu dilontarkannya menanggapi pernyataan Prancis yang berencana membantu Yunani, terkait sengketa maritim di Laut Mediterania timur.
Dalam wawancara dengan veryansintv, Deniz Kutluk menyebutkan militer Turki saat ini sudah begitu kuat. Sehingga jika Angkatan Laut Prancis tetap nekat mengerahkan Kapal Induk Charles de Gaulle ke Laut Mediterania, dipastikan dalam dua hari kapal induk nuklir itu bakal dengan mudah dilumpuhkan militer Turki. Karena itu, ia berkeyakinan Prancis hanya melakukan gertak sambal semata.
"Saya tidak percaya Prancis akan berani bentrok dengan Turki. Jikapun terjadi, Saya pastikan kapal induk yang dikirim Prancis akan mampu direbut militer Turki dalam dua hari," ujarnya, dilansir viva, Kamis 3 September 2020.
Selain itu, pengerahan pasukan Prancis ke Mediterania Timur merupakan sebuah pelanggaran hukum internasional. Menurutnya, ancaman Prancis itu hanya sebatas manuver geopolitik untuk kepentingan bisnis.
"Ini adalah manuver geopolitik. Di satu sisi, mereka ingin menjual senjata dan kapal di Yunani. Langkah-langkah tersebut harus dihentikan oleh badan-badan internasional karena merupakan pelanggaran hukum," tambahnya.
Sebelumnya, Prancis sempat menebar ancaman kepada Turki terkait sengketa di Laut Mediterania timur. Tak tanggung-tanggung, Prancis berencana mengirimkan kapal induk nuklir andalannya, Charles de Gaulle dan serombongan kapal perang lainnya lengkap dengan jet-jet tempur dan helikopter serbu. Tujuannya untuk membantu Yunani.
Namun demikian, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menegaskan pihaknya tidak akan gentar. Dikatakan, pihaknya siap menumpahkan darah dan berkorban nyawa untuk mempertahankan hak kedaulatan wilayah maritim di Laut Mediterania timur.
Untuk diketahui, saat ini di Laut Mediterania timur sedang berlangsung latihan perang besar-besaran yang digelar Angkatan Laut Turki, latihan perang bersandi dalam sebuah operasi bernama Navtex. Operasi ini baru saja diperpanjang hingga 11 September 2020.
Prancis sebenarnya bukan pihak langsung yang terlibat dalam sengketa maritim di Laut Mediterania timur. Yang bersengketa sebenarnya Turki dan Yunani. Hanya saja Prancis menilai Turki bersalah dengan melakukan kegiatan seismik di perairan itu.
Sebenarnya, Turki sempat menunda semua aktivitas seismik untuk menghargai penolakan yang dilayangkan Yunani terkati Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Namun setelah Yunani dan Mesir menandatangani perjanjian ZEE, Turki membalasnya dengan kembali melanjutkan survei menggunakan Kapal Oruc Reis yang dikawal kapal-kapal perang Turki. ***