Di Bawah Erick Thohir, BUMN Dituding Ikut Jadi Penyebab Krisis, Pengamat Sebut Ini Sebabnya
RIAU24.COM - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengungkapkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah kepemimpinan Erick Thohir ikut memiliki andil jadi penyebab krisis atau risiko default yang cukup besar.
Pasalnya, di saat pertumbuhan ekonomi nasional minus 5,3 persen, perusahaan plat merah itu justru jor-joran mengajukan utang ke luar negeri. Akibatnya, utang BUMN ke luar negeri mengalami kenaikan yang signifikan, bahkan mencapai 25,5 persen.
Hal itu dilontarkannya dalam acara diskusi virtual Indonesia Leader Talk (ILT) 6 bertajuk "Ancaman Resesi Ekonomi Vs Cita-cita Kesejahteraan Rakyat" yang digelar Senin (7/9/2020).
Di hadapan Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera yang ikut dalam acara itu, Bhima meminta tolong untuk menyampaikan kepada pemerintah, tentang sesuatu yang tidak benar di tubuh BUMN. Sesuatu yang dimaksud Bhima adalah utang luar negeri BUMN yang mengalami kenaikan mencapai 25,5 persen di saat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi minus 5,3 persen.
"Ini gak bener nih, soalnya BUMN itu gaspol utang luar negerinya 25,5 persen naiknya sementara ekonomi kita kan mengalami kontraksi minus 5,3 persen," ujar Bhima Yudhistira, dilansir rmol, Selasa 8 September 2020.
Dengan kondisi seperti itu, BUMN juga akan menyebabkan krisis atau risiko default yang cukup besar. "Khususnya BUMN di sektor energi, ada PLN ada Pertamina," tambahnya.
Tak hanya itu, Bhima juga menyoroti BUMN yang bergerak di sektor konstruksi. Menurutnya, perusahaan plat merah yang bergerak di sektor ini juga mengalami pertumbuhan utang luar negeri yang harus dipantau secara serius. Hal itu disebabkan banyak proyek yang dinilai ikut terpengaruh dengan adanya pandemi Covid-19.
"Dan pasca pandemi proyek-proyek itu bisa jadi justru akan makin bocor untuk pembiayaan operasionalnya. Jadi pendapatannya tidak akan menutup biaya operasional," jelas Bhima. lagi
"Nah ini saya kira ini ada anomali utang naik luar biasa, bunganya juga relatif mahal, sementara sektor realnya terkontraksi. Ini yang saya sebut sebagai bubble utang BUMN," pungkasnya. ***