Pak Presiden, UU Omnibus Law Ini Memang Harus Dicabut
Pertama, secara proses pembentukan ini sangat memprihatinkan karena dilakukan dengan cenderung tertutup, tergesa-gesa, dan minim melibatkan partisipasi publik. Azas keterbukaan yang diamanatkan oleh UU nomor 12 tahun 2011 pada pasal 5 sama sekali tidak dipenuhi. Hal ini dibuktikan dengan sulitnya publik bahkan bisa dikatakan tidak dapat mengaskses draft RUU hingga disahkan menjadi Undang-Undang. Hal ini selain melanggar ketentuan UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan juga akan membuat hasil keputusan ini bias dan timbul pasal-pasal bermasalah karena tidak reprsentatif dari kebutuhan publik.
Kedua, yang sangat menjadi sorotan adalah berkaitan dengan salah satu landasan pembentukan Undang-undang yaitu landasan sosiologis yang menyatakan bahwa harus adanya pertimbangan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk memenuhi kebutuhan masyarkat dalam berbagai aspek. Sejalan juga UUD 1945 dalam hal ini pasal 33 untuk mengedepankan kepentingan dan sekejahteraan rakyat secara keseluruhan. Dengan adanya penolakan oleh masyarakat pada umumnya, tentu saja mengindikasikan Undang-undang ini tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, melainkan hanya untuk segelintir orang saja.
Ketiga, tujuan utama dari UU Omnibus law ini adalah untuk meningkatkan investasi asing di Indonesia melalui pemberian kemudahan prosedur dan syarat investasinya dengan mengesampingkan aspek manusia dan kemanusiaan dari tenaga kerja/buruh Indonesia. Menurut penulis hal ini tidak berbeda dengan “Politik Pintu terbuka (Opendeur politiek)” yang dilakukan oleh pemerintah kolonial belanda pada masa penjajahan, hanya saja dibungkus dengan gaya baru. Politik liberlisasi ekonomi yang dimulai dengan revolusi Prancis (1789-1799) kemudian diikuti kebangkitan kaum kapitalis diseluruh Eropa termasuk belanda yang menjajah bangsa kita waktu itu. Setelah itu terjadi terjadi pergeseran cara menjajah ke arah yang lebih modern.
Sejak kemenangan wakil kaum kapitalis dibeberpa pasal pada persidangan Staten General (Parlemen belanda) maka tahun 1870 Opendeur Politiek diberlakukan di Indonesia. Politik pintu terbuka adalah kebijakan liberalisasi ekonomi untuk membuka pintu selebar lebarnya bagi modal asing. Diawali dengan keinginan meningkatkan kesejahteraan pada rakyat, Politik pintu terbuka ini hanya mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi pemilik modal asing dan sebaliknya kemerosotan yang sangat luar biasa bagi perekonomian rakyat.
Maka hal ini sama saja saja dengan gaya pemerintahan saat ini yang menciptakan negeri ini sebagai surga investasi. Penulis sedang tidak memandang buruk investasi, sebagai seorang yang menimba ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis tentu penulis sangat sadar bahwa investasi itu penting dan merupakan salah satu modal pembangunan di luar APBN juga solusi menghindari utang terhadap luar negeri. Akan tetapi, jika caranya tidak mempertimbangkan aspek keberlangsungan lingkungan dan mengesampingkan aspek manusia dan kemanusian dengan “menyuruh” pemilik modal mengeksploitasi bangsa kita, itu sangat tidak tepat. Di tambah lagi mari kita refleksikan apa sebenarnya yang dimaksud dengan investasi itu. Secara sederhana Investasi dapat didefinisikan sebagai proses penanaman modal dengan mengharapkan keuntungan di masa depan. Nah, salah satu kata kuncinya keuntungan, yang dimaksud dengan keuntungan disini adalah keuntungan investor.