Pengelola Wisata di Samosir Ramai-ramai Tolak Wajib Rapid Test bagi Pengunjung, Sebut Pemerintah Gagal Paham dan Minus Kecerdasan
RIAU24.COM - Respon mengejutkan datang dari ratusan pelaku usaha pariwisata dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Mereka bersama-sama menolak kebijakan berupa surat edaran yang isinya mewajibkan pengunjung wisata menjalani rapid tes. Penolakan itu dilakukan dengan mengirim surat keberatan kepada pemerintah.
Dilansir viva, Senin 19 Oktober 2020, kebijakan itu dilakukan Pemkab Samosir setelah ada petugas di salah satu Puskesmas di daerah itu.
Menurut salah seorang pelaku pengelola wisata Samosir, Ombang Siboro, surat keberatan itu telah dilayangkan pihaknya pada Jumat 16 Oktober 2020 pekan lalu.
"Bilamana surat keberatan kami tidak digubris, kami akan melakukan aksi seluruh pelaku pariwisata. Akan melakukan somasi dan melakukan langkah hukum ke depannya," lontarnya.
Ditambahkannya, meski surat edarannya sudah keluar, namun menurut Ombang belum ada tang menerapkannya.
Meski sudah diterbitkan surat edaran itu, menurut Ombang, hingga saat ini belum ada pengelola wisata yang menerapkannya.
"Ini masih surat edaran, hari ini terbit langsung kita protes. Jadi, belum sempat diberlakukan kita protes. Kita minta mencabut surat edaran itu," terangnya.
Menurut mantan Kepala Dinas (Kadispar) Samosir itu menjelaskan surat edaran wajib rapid test akan membuat kunjungan wisatawan bertambah sunyi. Wajib rapid test akan membuat orang enggan melakukan perjalanan wisatanya ke Kabupaten Samosir. Buntutnya, pelaku usaha menanggung rugi
Dampaknya akan semakin parah mengingat pemerintah kabupaten lain tidak ada yang menraokan aturan itu.
"Orang beranggapan, ngapain ke Samosir, di kabupaten lain bisa berwisata ke Danau Toba," ujarnya lagi.
Ombang menilai surat edaran Pemkab Samosir itu tidak melihat kondisi sebenarnya. "Bahwa kebijakan ini tidak berdasarkan akal sehat, gagal paham dan minus kecerdasan," kritiknya lagi.
Menurutnya lagi, untuk penanganan dan pemberantasan Covid-19, harus disertai dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan konsisten. Bahkan dengan razia masker masih diterapkan sanksi tegas.
"Apalah artinya melakukan wajid rapid test kepada pengunjung wisatawan. Namun di angkutan umum, di kantor-kantor, di pesta, di kafe dan hiburan malam sama sekali tidak menerapkan protokol kesehatan. Sebuah keputusan diskriminatif terhadap industri pariwisata tentunya," ujarnya lagi. ***