Analisa Pendapatan Tahun 2021 akibat Covid-19
RIAU24.COM - BENGKALIS - Pada akhir September 2020, DPR RI bersama Pemerintah telah menyepakati pengesahan RUU APBN 2021 menjadi UU APBN 2021.
Pendapatan negara dalam APBN tersebut tercatat sebesar Rp1.743,64 triliun. Jumlah ini mengalami penurunan dari target pendapatan negara sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 50 Tahun 2020 dengan perkiraan sebesar Rp1.760,9 triliun.
Perpres ini menjadi aturan turunan yang memuat perubahan postur dan rincian APBN 2020 sebagai turunan Perppu No. 1 Tahun 2020 yang terbit sebagai antisipasi pandemi Corona atau Covid-19.
Turunnya pendapatan negara di APBN 2021 salah satunya adalah penurunan target penerimaan pajak. Pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp1.444,5 triliun. Jumlah ini mengalami penurunan dari target penerimaan pajak di APBN 2020 yang diperkirakan sebesar Rp1.462,6 triliun.
Target penerimaan perpajakan pada tahun 2021 disesuaikan dengan baseline di tahun 2020 yang mengalami tekanan berat di tengah pandemi Covid-19.
Bagaimana dengan daerah, khususnya Kabupaten Bengkalis? Ketika target penerimaan negara menghadapi tantangan yang sangat berat dengan kondisi dunia usaha yang masih terdampak Covid-19 dan belum sepenuhnya pulih, maka kondisi serupa juga akan dihadapi oleh daerah.
Apalagi Kabupaten Bengkalis, sebagaian besar dari pendapatan berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH) migas, maka ketika DBH migas dari Pusat mengalami penurunan, maka sudah bisa dipastikan, APBD Kabupaten Bengkalis juga akan turun.
Walau saat ini RAPBD 2021 belum dibahas, namun diperkirakan APBD 2021 tidak akan jauh-jauh dari angka Rp3,1 triliun. Angka ini sama dengan APBD Perubahan tahun 2020 sebesar Rp3,1 triliun lebih, mengalami penurunan dari APBD murni tahun 2020 sebesar Rp3,820 triliun lebih, berkurang Rp661 miliar lebih.
Diluar DBH Migas, salah satu sumber pendapatan APBD Kabupaten Bengkalis adalah pajak daerah. Di APBD murni 2020, Pemerintah Kabupaten Bengkalis awalnya mentargetkan penerimaan pajak daerah sebesar Rp130 miliar dari 12 jenis pajak daerah.
Seiring berjalannya waktu, dan dampak dari pandemi Covid-19, target penerimaan pajak daerah disesuaikan menjadi Rp60,5 miliar. Berdasarkan data dari Bapenda Bengkalis, realisasi pajak daerah sampai dengan Oktober 2020 sebesar Rp48,03 miliar. Sisa waktu 2 bulan November dan Desember, diperkirakan target akan tercapai.
Kepala Bapenda Bengkalis, Supardi SSos MH mengatakan berdasarkan perkiraan, sangat memungkinkan pendapatan dari pajak daerah pada tahun 2020 ini akan melebihi target walau tidak begitu besar. “Perkiraan kita, untuk pajak daerah akan bisa terealisasi hingga Rp63,3 miliar. Berarti kalau dipersentasekan mencapai 104%,” ujarnya.
2021, Target Penerimaan Pajak Naik
Di tengah pandemi Covid-19, tidak bisa dipungkiri pendapatan dari penerimaan pajak daerah mengalami penurunan. Namun berkaca dari tahun 2020, tidak semua jenis pajak mengalami penurunan. Dampak terbesar yang mengalami penurunan adalah pajak restoran, hiburan, parkir dan reklame.
Sementara untuk jenis pajak lainnya seperti penerangan jalan non PLN, minerba, restoran, sarang burung walet, BPHTB dan PBB-P2 tidak begitu terpengaruh. Bahkan sebagian diperkirakan melebihi target yang ditetapkan seperti pajak penerangan jalan non PLN dan Minerba.
“Dengan asumsi ini, maka kita optimis untuk tahun 2021 mendatang, target pendapatan dari penerimaan pajak daerah bisa kita tingkatkan setidaknya sebesar Rp77,5 miliar di APBD murni. Ketika nanti ini sudah normal dan sebagainya, upaya-upaya kita tercapai, regulasi yang kita terapkan ini tercapai tentunya kita akan menyesuaikan dengan target RPJMD 2016 - 2021,” ujar Supardi seraya menambahkan ketika semua upaya telah dilakukan secara optimal, namun pandemi Covid belum berakhir, maka hal itu akan menjadi persoalan bagi Bapenda untuk mengejar target pajak daerah di RPJMD dan akan melakukan justifikasi.
Bapenda Bengkalis telah melakukan beberapa terobosan dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak daerah. Supardi mengatakan, diantaranya adalah sistem pembayaran dari konvensional menjadi elektronik. Pemkab Bengkalis melalui Bapenda Bengkalis, telah menyiapkan perangkat pembayaran secara elektronik atau website dengan alamat http://simanjapadu.bengkaliskab.go.id
Kemudian, dengan sistem elektronik ini, maka transaksi pembayaran bisa dilakukan melalui ATM, Mobile Banking, Internet banking, e-commerce (buka lapak, tokopedia, traveloka, linkaja, gopay dan modren channel atau via indomaret.
“Dengan sistem pembayaran secara online ini, kita memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk membayar pajar, terutama bagi wajib pajak yang berada di luar Kabupaten Bengkalis,” kata Supardi.
Terobosan berikutnya adalah mengirimkan tim gabungan penagihan pajak ke desa-desa, khusus untuk pajak PBB-P2. Hal ini dilakukan salah satu alasannya adalah, tidak semua wajib pajak di desa-desa yang bisa melakukan pembayaran pajak secara online.
Tim ini juga bertugas melakukan validasi atas data wajib pajak. Tim gabungan ini baru efektif bekerja awal Oktober lalu dengan target melakukan upaya “jemput bola” ke desa-desa atau WP yang realisasi penerimaan pajaknya masih rendah.
Supardi mengatakan sebelumnya memang ada tim di Bapenda yang turun ke lapangan yaitu tim pendataan yang dikoordinir oleh bidang pendataan, baik pendataan WP lama dan WP baru. WP lama tahun sebelumnya dan berikutnya juga datanya tidak sama. Karena bisa saja dulu berusaha tapi sekarang tutup, atau melakukan pengembangan usaha. Kemudian juga ada tim yang melakukan pungutan pajak tapi sifarnya secara reguler yaitu pungutan secara menyeluruh sesuai dengan jadwal.
“Setelah kita evaluasi, per 30 September 2020 ada beberapa WP atau desa atau jenis usaha di beberapa kecamatan yang belum maksimal. Pada tahun-tahun sebelunya kita menerima begitu aja, hanya evaluasi administrasi tapi belum ada tindakan langsung bagaimana realisasi rendah tadi kita upayakan bisa lebih maksmial. Lalu, mulai 2 Oktober kemain kita turunkan tim gabungan dari beberapa bidang yang ada di Bapenda. Selain tergabung beberapa bidang juga melibatkan UPT setempat dan juga aparatur pemerintah desa sehingga kinerja mereka sangat efektif untuk meningkatkan pendapatan dari penerimaan pajak daerah,” ujarnya.
Khusus untuk pajak hotel dan restoran yang pada tahun 2020 ini mendapatkan stimulus berupa keringanan dimana WP bisa mencicil pembayaran, Supardi mengatakan, untuk tahun 2021 pihaknya belum memutuskan apakah akan melanjutkan atau menghentikan kebijakan stimulus tersebut. Pemkab akan berupaya meningkatkan penerimaan pajak dari sektor ini tapi tetap dalam koridor tidak memberatkan para WP.
“Jadi berkaitan dengan stimulus ini kita akan menyesuaikan saja. Kalau memang pandemi Covid ini masih sama dengan 2020 tentu kita akan mengambil kebijakan dengan menerbitkan regulasi tentang stimulus ini sama dengan yang kita lakukan di 2020 dan ini tentunya tidak lepas dari koordinasi kita ke kawan-kawan asosiasi maupun WP. Bagaimana sebaiknya, tentunya kita juga pajaknya dapat tetapi rekan-rekan WP tidak merasa keberatan untuk membayar pajak ini,” papar Supardi.
Disisi lain, sambung Supardi, Pajak hotel dan restoran sifatnya adalah self assessment artinya penghitungan berapa pajak yang dibayar dilakukan sendiri oleh pengusaha hotel. Kalau memang tidak ada yang menginap di hotel tersebut maka tidak ada pajak hotel dan restoran yang harus dibayarkan.
Tingkat Hunian Dibawah 20 Persen
Dari 12 jenis pajak daerah, pajak Hotel merupakan salah satu jenis pajak yang terdampak akibat dari pandemi Covid-19. Dari target penerimaan pada tahun 2020 sebesar Rp2,050 miliar hingga akhir Oktober baru terealisasi Rp1,142 miliar atau baru sekitar 55%. Padahal pada bulan yang sama tahun sebelumnya, realisasi dari pajak hotel ini mencapai Rp2,256 miliar.
Rendahnya realisasi pajak hotel hingga akhir Oktober ini, karena memang tingkat hunian mengalami penurunan drastis akibat pandemi Covid-19. Rata-rata tingkat hunian di bawah 20 persen, sehingga jangankan untuk membayar pajak, untuk biaya operasional sehari-hari saja sudah kewalahan.
Marketing Manajer Hotel Pantai Marina, Inest mengatakan, tingkat hunian menurun drastis sejak April 2020. “Sejak Covid ini, dalam sehari paling banyak kamar yang terisi hanya 10 kamar, tak sampai 20 persen dari total kamar. Sehingga sebagian dari pendapatan tersebut lebih banyak terpakai untuk menutupi biaya operasional. Sedangkan untuk pajak, kita bayar dengan cara mencicil karena memang ada keringanan dari Pemkab Bengkalis,” ujarnya.
Saat ini, sambung Inest, walau sudah tidak ada larangan perjalanan maupun kegiatan yang mengumpulkan keramaian. Namun, tingkat hunian maupun kegiatan-kegiatan yang menggunakan ruang pertemuan hotel belum normal seperti semula. Karena itu, selain berharap adanya stimulus, pihaknya juga berharap kepada Pemkab untuk membantu pelaksanaan kegiatan dilakukan di hotel-hotel.
“Bengkalis ini kan bukan tempat wisata, sangat jarang orang luar berkunjung ke Bengkalis. Kalaupun ada biasanya dalam rangkaian dinas. Karena itu, harapan kita terbesar adalah dari kegiatan yang didanai APBD,” katanya.
Prioritas Pemulihan Ekonomi
Rendahnya pendapatan akibat dari pandemi Covid-19 berdampak kepada belanja daerah. Anggaran yang semakin kecil, akan membuat semakin banyak kegiatan yang sebelumnya sudah direncanakan tapi berkemungkinan tidak bisa dilaksanakan. Ketua Komisi III DPRD Bengkalis, H Adri mengatakan dengan kondisi seperti ini, maka Pemerintah Kabupaten Bengkalis perlu memprioritaskan program-program yang berhubungan dengan pemulihan ekonomi.
“Memang meningkatkan pendapatan itu penting, tapi dengan kondisi Covid-19 maka ada yang lebih penting lagi yaitu, bagaimana dengan anggaran yang tersedia, bisa dimanfaatkan untuk pemulihan ekonomi,” ujar Adri.
Disamping sektor kesehatan yang terdampak langsung akibat Covid, sektor lainnya adalah ekonomi. Saat ini, akibat dari Covid, banyak masyarakat yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu, perlu ada langkah kongkrit dari Pemkab melalui APBD, dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang secara ekonomi langsung berdampak kepada masyarakat.
Sebagai contoh, untuk proyek-proyek berskala kecil, maka pelaksanaannya disarankan dengan sistem penunjukan langsung sesuai dengan peraturan berlaku dan prioritas untuk rekanan lokal. Dengan demikian, uang dari kegiatan tersebut tidak keluar Bengkalis, melainkan beredar di tengah-tengah masyarakat dan dimanfaatkan untuk kebutuhan ekonomi masyarakat tempatan.
Contoh lainnya, sambung Adri, sebisa mungkin untuk kegiatan dengan jumlah peserta yang banyak, baik itu pelatihan ataupun sosialisasi dan sebagainya, tidak dilakukan di luar daerah. Melainkan tetap di daerah namun narasumber dari luar yang didatangkan ke Bengkalis.
Dengan kebijakan seperti ini, disamping membantu usaha perhotelan yang nantinya berimbas kepada pembayaran pajak hotel, juga membantu menggairahkan iklim usaha para pedagang di Bengkalis.
“Banyak lagi kebijakan-kebijakan lain yang bisa dilakukan Pemerintah Daerah untuk menggairahkan perekonomian akibat dari pandemi Covid ini,” ujar Adri