Setelah Uji Klinis Vaksin Covid-19 Asal China, 20 Persen Relawan Sempat Alami Kondisi Seperti Ini
RIAU24.COM - Hingga sejauh, Tim Riset Uji Klinis dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, telah dua kali melakukan uji klinis berupa pemberian suntik Vaksin Sinovac asal China, kepada seribuan relawan. Uji klinis tersebut merupakan proses yang harus dilakukan sebelum vaksin itu dinyatakan layak digunakan untuk memberangus virus Covid-19 di Tanah Air.
Hasilnya, ada sekitar 20 persen relawan yang diimunisasi mengalami demam. Panas tubuhnya ada yang mencapai lebih dari 37,5 derajat Celsius. Tapi pada umumnya, demam yang dialami para relawan tersebut kembali reda setelah dua hari.
“Hilang sendiri tapi pas demam ada juga yang minum parasetamol,” ungkap ketua tim riset, Kusnandi Rusmil, Jumat 27 November 2020.
Kusnandi mengatakan, dampak sakit seperti itu seperti imunisasi umumnya pada anak-anak. Sakit panas diberi obat parasetamol. Kemudian relawan yang nyeri dan bengkak di tempat suntikan, sembuh dalam 1-2 hari.
“Terjadi baik pada suntikan pertama dan kedua yang jaraknya dua minggu,” tahbahnya, seperti dilansir tempo.
Dampak sakit seperti itu, Kusnandi mengatakan, biasanya individual. Sejauh ini dari hasil data yang diperoleh tim, vaksin dalam kondisi aman. “Karena tidak terjadi hal-hal yang merugikan daripada subyek lebih daripada demam itu,” terangnya.
Untuk diketahui, pada saat uji klinis yang digelar pada 11 Agustus 2020 lalu, tim riset telah menyuntik 1.620 orang relawan. Angka itu sesuai dengan target yang diteteapkan.
Namun saat uji klinis kedua, yang digelar dua minggu kemudian, hanya 1.603 orang relawan yang hadir. Sedangkan 17 relawan tidak hadir. Di antara mereka yang mengundurkan diri, pindah pekerjaan (8 orang) dan sisanya karena sebab lain.
Tiap relawan sejatinya harus disuntik dua kali dengan jeda dua pekan, disertai pengambilan sampel darah dan pemantauan selama enam bulan.
Separuh dari total relawan ada yang benar-benar disuntikkan vaksin, sedangkan separuh lainnya hanya mendapat plasebo berisi air. Pembagian itu dilakukan secara acak dan rahasia sesuai metode ilmiah penelitian.
Saat ini, seluruh tahap penyuntikan telah selesai dan tim riset sudah masuk ke tahap pemantauan. Sejauh ini belum diketahui secara rinci relawan yang sakit setelah disuntik itu, apakah dari kelompok yang mendapat vaksin atau plasebo.
"Belum dibuka (data) blinding-nya, nanti dibuka pada akhir penelitian April," ujar Kusnandi.
Pada Kamis, 27 November 2020 kemarin, pihaknya sudah menyampaikan laporan hasil uji klinis selama sebulan awal vaksinasi kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Penny Kusumastuti Lukito.
BPOM dan tim juga sudah datang ke Bandung untuk inspeksi kesiapan Bio Farma sebagai sponsor penelitian dan produksi vaksin jika dinilai layak nantinya.
Menurut Penny, hasil sementara dari imunisasi selama satu bulan itu, dinilai cukup menggembirakan. “Hasil uji satu bulan menunjukkan data yang baik untuk keamanan dan efikasi (khasiat),” terangnya, Kamis 26 November 2020 kemarin.
Menurut Penny, BPOM akan terus memantau proses uji klinis vaksin sampai tiga hingga enam bulan ke depan. Sedangkan tim riset juga akan mengirim laporan secara bertahap, mulai dari vaksinasi selama sebulan, berikutnya tiga bulan.
"Data-data itu nanti akan kami konfirmasi lagi dari data analisis efikasinya dari tiga bulan yang akan dilakukan dalam waktu bulan Desember ini,” terangnya. ***