Menkeu Bela RUU Pencemaran Nama Baik Presiden
RIAU24.COM - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada pertemuan Rabu dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengungkapkan alasan mengapa pemerintah bersikeras memasukkan pasal 'penistaan nama baik terhadap presiden' dalam RUU KUHP terbaru.
“Saya mungkin berpendapat bahwa kita akan terlalu liberal dengan menoleransi [fitnah terhadap presiden]. Ini adalah hukum umum di sejumlah negara. Kebebasan tidak bisa tanpa batas karena bukan kebebasan tapi anarki,” kata menteri dalam rapat DPR, Rabu, 9 Juni.
Dia percaya kritik terhadap kebijakan presiden sah secara hukum tetapi tidak untuk serangan pribadi terhadap presiden, yang menurutnya yang terakhir sering terjadi jika Presiden Joko “Jokowi” Widodo menjadi subjeknya.
Yasonna mengklaim presiden saat ini tidak memiliki masalah dengan serangan pribadi tetapi menyatakan bahwa RUU pencemaran nama baik terhadap presiden khusus untuk pemimpin masa depan yang pada akhirnya akan terpilih sebagai presiden.
“Harus ada batasan yang kita jaga sebagai warga negara Indonesia yang beradab,” kata politisi PDIP yang berasal dari partai yang sama mendukung Presiden saat ini.
Menteri Yasonna juga menjelaskan, RUU yang sekarang tentang penodaan nama baik presiden berbeda dengan undang-undang serupa yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan perbedaan yang lama adalah delik biasa sedangkan yang lama merupakan delik biasa. yang sekarang dikategorikan sebagai delik aduan.
Dalam RUU tersebut disebutkan, pencemaran nama baik terhadap presiden diancam dengan pidana penjara paling lama 3,5 tahun dan ditambah pidana penjara paling lama 4,5 tahun jika dilakukan melalui media sosial dan perangkat elektronik. Waktu penjara juga akan menghadapi mereka yang menghina simbol negara lain seperti legislator DPR.