Setelah Keluar Dari Penjara, Soekarno Buat Belanda Pusing Lagi, Ini yang Dilakukannya
RIAU24.COM - Sebelum menjadi presiden pertama RI Soekarno pernah dipenjara karena aktivitas politik.
Soekarno menghabiskan masa kurungan antara 1929 sampai 1931 dari penjara Banceuy ke penjara Sukamiskin, Bandung dikutip dari historia.id, Minggu, 13 Juni 2021.
Dia dipenjara lantaran pemerintah kolonial menuduhnya sebagai musuh berbahaya yang menyebarkan propaganda terhadap kaum bumiputra.
Setelah bebas dari penjara, Soekarno hanya tinggal di rumahnya di Bandung selama dua hari. Hari ketiga, Soekarno berangkat ke Surabaya untuk menghadiri Kongres Indonesia Raya yang dipimpin Dr. Soetomo.
Kesempatan ini menjadi momentum bagi dirinya untuk tampil lagi ke ruang publik setelah vakum dua tahun lamanya. Bahkan kepergian Soekarno ke Surabaya menghiasi halaman utama bermacam suratkabar kala itu.
Perjalanannya dengan kereta api dari Bandung ke Surabaya merupakan suatu perjalanan kemenangan. Massa datang berhamburan menuju stasiun-stasiun kereta api untuk menyaksikan Soekarno lewat.
Setiba di Surabaya, Soekarno mendapat kehormatan luar biasa. Sebanyak enam ribu warga Surabaya yang menjadi simpatisan menyambut kedatangan dirinya dengan penuh antusias.
Pemujaan terhadap diri Soekarno mencapai puncaknya dalam Kongres Indonesia Raya pada awal 1932, yang merupakan peristiwa pertama yang dihadiri Soekarno sejak ia keluar dari penjara.
Soekarno tak berhenti. Dia terus mempengaruhi massa di mana-mana. Aktvitas Soekarno selepas bebas diisi dengan hadir dan pindah dari rapat yang satu ke rapat yang lain.
Tak cukup di podium, Soekarno juga bergerak lewat pena. Kesukaan Bung Karno terhadap agitasi massa diiringi dengan menulis di mingguan Fikiran Ra'jat, majalah Partai Indonesia (Partindo) yang menggantikan PNI.
Lewat Fikiran Ra'jat, Soekarno melancarkan kritiknya terhadap pemerintah kolonial. Pada tengah malam 1 Agustus 1933, Soekarno ditangkap polisi setelah mengadakan rapat di rumah Husni Thamrin di Jakarta.
Saat perjalanan pulang, Soekarno berhadapan dengan seorang komisaris polisi yang telah menunggu di depan rumahnya.
Atas nama Sri Ratu, sang polisi langung melakukan pencidukan. Untuk kali kedua, Soekarno jadi tahanan dan masuk bui selama delapan bulan. Pemerintah selanjutnya menyiapkan penjara khusus untuk mengasingkan Soekarno.
Pada 1934, gubernur jenderal memutuskan untuk mengirimkan Soekarno ke Ende, pulau terpencil di Flores, Nusa Tenggara Timur.