Pada Era Soekarno, Masyarakat Indonesia Dilarang Mendengarkan Maupun Menyanyikan Lagu-lagu Barat, Ini Hukumannya Jika Melanggar
RIAU24.COM - Soekarno yang anti terhadap Barat dan kolonialisme, pada masa kepemimpinannya secara ketat melarang musik populer utamanya yang berbau dan berhubungan dengan Barat masuk ke Indonesia, dengan alasan bahwa masuknya industri musik mereka ke tanah air sama halnya dengan penjajahan model baru dengan terlebih dahulu masuk ke dalam budaya bermusik masyarakat Indonesia.
Selain itu yang terkena imbas langsung dari pelarangan itu adalah grup musik KoesBro (yang kemudian menjadi Koes Bersaudara dan setelah itu berganti menjadi KoesPlus), mereka yang masih 'ngeyel' bahkan sempat merasakan dinginnya penjara Glodok selama 3 bulan pada 1965.
Terlepas dari masalah pelarangan ini, tidak bisa dipungkiri bahwa ada juga dampak positif dari pelarangan itu, secara tidak langsung pelarangan ini mendorong munculnya kreatifitas para seniman musik untuk mengubah berbagai lagu daerah ke dalam musik populer.
Pada waktu itu, berkembang lagu populer dari daerah Minang, Sunda, Betawi, atau Jakarta dan Maluku.
Lagu Minang dibawakan oleh penyanyi Nurshea dan Elly Kasim. Lagu Sunda dibawakan oleh penyanyi Upit Sarimanah dan diteruskan oleh Lilies Suryani. Lagu Betawi pada dibawakan oleh Benyamin Sueb. Kemudian muncul lagu pop Maluku yang dibawakan oleh Pattie Bersaudara.
Dampak lainnya adalah munculnya lagu-lagu bertema perjuangan. Tema lagu ini berkaitan dengan perjuangan bangsa Indonesia ketika merebut Irian Barat dan konfrontasi dengan Malaysia.
Meski pelarangan masukunya musik asing di Indonesia kala era Soekarno menjadikan Indonesia dinilai sebagai negara yang mengisolasikan diri, akan tetapi dampak lain dari pelarangan tersebut nyatanya telah membuat masyarakat Indonesia lebih dekat dengan lagu-lagu nasional, tanpa adanya unsur Barat yang tercampur didalamnya.
Jika masyarakat Indonesia tetap mendengarkan maupun menyanyikan lagu-lagu barat, maka hukuman penjara bagi yang melanggarnya.