Tahukah Anda : Mengenal Lebih Jauh Tentang Istri Bung Karno yang Terlupakan Oleh Sejarah, Memilih Cerai Karena Tak Ingin Dipoligami
RIAU24.COM - Saat masih di bangku SD, setiap pelajaran sejarah tepatnya, ketika ditanya, “Siapa istri Presiden Soekarno anak-anak?”. Dengan serempak dan percaya diri, pasti kita akan menjawab “Fatmawati”.
Sebetulnya tak ada yang salah dengan hal itu, tapi ada nama lain yang perlu diperkenalkan, karena tak kalah penting untuk diketahui para pelajar di Indonesia.
Ia adalah Inggit Narnasih.
Inggit Garnasih lahir di Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, pada 17 Februari 1888. Inggit remaja tumbuh menjadi sosok perempuan sederhana yang bersahaja, dan sangat dikenal karena ia adalah kembang desa.
Sebagian dari remaja saat itu sering berucap “Mendapat senyuman dari Garnasih sama dengan mendapat uang seringgit”, yang akhirnya julukan inilah yang tersemat dalam namanya “Inggit (ringgit) Garnasih”.
Sebab itu pula Soekarno muda pun jatuh hati padanya, dan tak mampu membendung perasaannya pada sosok Inggit Garnasih, meski terpaut usia yang begitu jauh, 13 tahun lebih tua dari Soekarno.
Sebelum menikah dengan Soekarno, Inggit sudah lebih dulu dipersunting oleh seorang patih di kantor residen Priangan bernama Nata Atmaja, namun kisahnya berakhir dengan perceraian.
Tak lama kemudian seorang pengusaha sekaligus aktivis Sarekat Islam bernama Haji Sanusi mempersuntingnya. Haji Sanusi merupakan orang yang menampung Soekarno manakala kuliah di Tecnische Hoogeschol te Bandoeng, moyang lahirnya ITB (Institut Teknologi Bandung). Atas rekomendasi HOS. Cokroaminoto, kawan perjuangan H.Sanusi, sekaligus guru Soekarno.
Setelah satu tahun indekos di rumah Haji Sanusi dan Inggit Garnasih, Soekarno muda mulai tumbuh benih-benih cinta kepada Inggit, yang saat itu masih menjadi istri Haji Sanusi. Selama berumah tangga dengan Haji Sanusi, Inggit tak begitu bahagia, lantaran sering ditinggal pergi oleh suaminya yang sibuk sebagai seorang saudagar dan aktivis.
Sebab itu pula kisah cinta Soekarno dengan Inggit Garnasih disebut cinta terlarang.
Hingga pada akhirnya Haji Sanusi menceraikan Inggit dan merelakannya bersama Soekarno, karena dia tau Soekarno butuh sosok Inggit dalam masa perjuangan panjangnya. Soekarno dan Inggit pun menikah pada 23 Maret 1923, seperti dilansir dari lpmalmillah.
Inggit merupakan perempuan yang setia menemani kemana pun Soekarno pergi, bahkan hingga ke pengasingan sekalipun, dan selalu setia memberikan semangat pada Soekarno dengan segala dinamika perjuangannya.
Perjuangan Inggit sungguhlah besar, di masa Soekarno masih menjadi mahasiswa dan terus aktif sebagai pejuang, yang memaksa Soekarno tak mempunyai penghasilan tetap. Inggit yang mengetahui dan paham betul betapa dibutuhkannya Soekarno oleh rakyat dan perjuangan bangsanya, Inggit pun menjadi tulang punggung, bahkan Inggitlah yang membiayai perjuangannya saat itu. Inggit Garnasih berjualan bedak, kutang, dan cangkul demi bisa bertahan hidup saat Soekarno berkali-kali ditangkap dan dibuang. Saat Soekarno berjuang untuk lulus kuliah sebagai insinyur, Inggit Garnasih turut serta membiayai kuliah dengan berjualan jamu.
Sepak terjang Soekarno yang dikenal frontal menyatakan ketidaksetujuannya dengan kolonialisme Belanda. Dia pun dianggap berbahaya bagi Belanda, dan dia pun sering kali dijebloskan ke penjara.
Ketika Soekarno berada di lapas Suka Miskin, Inggitlah yang selalu memberikan semangat padanya. Jarak bukanlah jadi halangan bagi Inggit untuk tetap setia mengunjunginya.
Inggitlah yang menjadi perantara Soekarno untuk tetap dapat berhubungan dengan aktivis pergerakan nasional. Selalu menyelipkan uang dalam makanan yang dibawakannya pada Soekarno, membujuk penjaga lapas agar berkenan membelikannya surat kabar agar dia tetap terhubung dengan pergerakan perjuangan kala itu.
Dalam novel “Kuantar ke Gerbang” besutan Ramadhan KH, Inggit menceritakan bagaimana keterlibatannya menyusun pembelaan Soekarno (Pledoi) yang dikenal dengan “Indonesia Menggugat”.
Hal itu ia lakukan dengan diam-diam membawakan buku-buku sebagai referensinya, dengan berpuasa dahulu selama beberapa hari, agar perutnya mengecil sehingga bisa menyembunyikan buku-buku tersebut, untuk tak menimbulkan kecurigaan oleh opsir-opsir Belanda.
Bahkan di masa pengasingan Soekarno sejak tahun 1933 di Ende, Flores, Inggit senantiasa setia menemaninya, dengan membawa ibu dan anak angkat mereka Ratna Djoeami.
Lalu ketika Soekarno diasingkan kembali ke Bengkulu sedari 1938, Inggit tetap setia menemani. Di sini pulalah Soekarno berjumpa dengan anak tokoh Muhammadiyah Bengkulu, seorang gadis manis yang kita kenal sebagai Fatmawati.
Pengasingan Soekarno berakhir pada tahun 1942, dimana Belanda perlahan menemui kekalahannya dan berkuasanya Jepang di Indonesia, Soekarno pun dibebaskan, dan kembali ke Jakarta.
Pernikahannya dengan Soekarno selama hampir 20 tahun akhirnya retak saat sang tokoh jatuh cinta dengan Fatmawati saat di Bengkulu. Soekarno berniat menikahi Fatmawati demi mendapat keturunan. Tak lama, Soekarno pun meminta izin kepada Inggit untuk menikahi Fatmawati karena berkeinginan untuk mendapat keturunan darinya.
Manakala meminta izin kepada Inggit, Inggit pun merelakan Soekarno untuk menikahi Fatmawati dan dengan teguh menjaga kehormatannya serta mengatakan tidak pada poligami, dan memilih diceraikan.
Soekarno, yang begitu dalam mencintai Inggit, tak berkuasa sama sekali untuk menceraikan Inggit. Akan tetapi itu sudah menjadi permintaannya, dengan berat hati Soekarno pun menceraikan Inggit.
Mereka pun akhirnya bercerai pada 1943. Dari pernikahan dengan Fatmawati, Soekarno memiliki lima anak; Guntur, Megawati, Sukmawati, Rahmawati, dan Guruh.
“Aku tidak bermasud menyingkirkanmu. Merupakan kenginanku untuk menetapkanmu dalam kedudukan paling atas, dan engkau tetap istri pertama,” ucap Soekarno dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah rakyat Indonesia.
“Jadi memang segala kehormatan yang bersangkutan dengan hal ini, sementara aku dengan mematuhi hukum agama dan hukum sipil, mengambil istri kedua agar mendapat keturunan,” tambahnya.
Akan tetapi rasa cinta di antara keduanya tak berakhir begitu saja, kisah itu tetap ada hingga keduanya mangkat. Meski bercerai, hubungan baik masih terjalin. Soekarno sendiri masih sempat mengunjungi perempuan yang pernah mendampinginya selama 19 tahun untuk meminta maaf pada tahun 1960. Namun Inggit Garnasih sudah memaafkan Soekarno dan juga Fatmawati.
Pada awal tahun 1962, Soekarno sempat menjenguk Inggit di Bandung karena mendapat laporan bahwa dia sakit cukup berat.
“Kau kelihatan kurus, Enggit,” kata Sukarno ketika menyapanya dan Inggit menjawabnya dengan mengulum senyum.
Hingga tiba lah pada tanggal 21 Juni 1970, manakala Soekarno pun mangkat terlebih dahulu meniggalkan Inggit, Inggit Garnasih tak kuasa menahan tangisnya. Inggit bergegas ke Jakarta, sesampainya di rumah duka, di samping jasad laki-laki yang dicintainya, ia memberikan salam terakhirnya dengan isak tangis yang sedikit tertahan karena tak kuasa menahan pedih.
Berselang 14 tahun setelahnya, sosok perempuan mandiri, dan sosok besar bagi perjuangan bapak negara dalam proses panjang mewujudkan kemerdekaan bagi bangsanya, bahkan terlupakan ini pun mangkat. Tepatnya pada tanggal 13 April 1984, di usia 96 tahun, sekitar dua bulan setelah pertemuan dengan Fatmawati yang dimediasi oleh Gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin.
Cinta Inggit yang tak tergantikan dan berakhir dengan ketulusan yang sangat dalam. Dan ini pun, sekali lagi membuktikan bahwa “kejayaan atau keberhasilan” Soekarno adalah berasal dari sumbangan serta dukungan banyak orang. Beberapa nama yang pantas disebut salah satu yang utama adalah Inggit Garnasih.
Dalam sejarah kekinian bangsa kita, nama Inggit Garnasih semakin terlupakan. Hanya sebagian kecil komunitas atau orang yang berupaya membangkitkan pengetahuannya akan sejarah bagaimana sebuah proses perjuangan panjang itu.