Kisah Jenderal Hoegeng, Sosok Polisi Jujur yang Kerap Mendapat Ancaman Pembunuhan Hingga Diguna-guna Koruptor
Tak lama setelah resmi menginjakkan kaki di Medan pada 1956, Hoegeng langsung beraksi. Ia menolak kompromi dan tak mau disuap oleh kelompok China Medan. Semakin hari Hoegeng makin paham pola kriminal di Medan. Dalam kegiatan perjudian dan smokel, misalnya. Rata-rata kegiatan itu dimodali dan diselenggarakan oleh China Medan.
Mereka juga banyak dilindungi (backing) oleh oknum-oknum ABRI juga polisi. Hoegeng tak peduli. Selama mereka melakukan kejahatan, maka Hoegeng berkewajiban memberantas China Medan dan “kacung-kacung” berseragam aparat penegak hukum.
Hoegeng lalu berkoordinasi dengan banyak pihak, seperti Kepala Bagian Mobile Brigade, AKP Mauluhi Sitepu dan Kepala Bagian Umum AKP Partoyo. Mereka kemudian bersama-sama dengan Hoegeng turun langsung ke lapangan untuk mengungkap ragam kasus kriminal.
“Karena tak mau berkompromi, Hoegeng juga tak jarang menghadapi ancaman pembunuhan. Salah satunya, saat Hoegeng dijadikan sasaran penembak jitu (sniper) ketika bertugas di kawasan pinggiran hutan di Kota Medan," tulis Aris Santoso dkk dalam buku Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009).
Dalam masa itu Hoegeng dan AKP Mauluhi Sitepu pernah hampir berhasil menangkap oknum polisi berpangkat Komisaris Polisi Kelas II yang bekerja sama dalam penyendupan dengan China Medan. Tak bisa terang-terangan melawan Hoegeng, polisi korup itu kemudian ingin balas dendam dengan cara tak biasa: ilmu hitam.
Imbasnya, Hoegeng sempat jatuh sakit, konon karena guna-guna. Semenjak sakit itu Hoegeng berpasrah diri pada Yang Maha Kuasa. Meski begitu dukun yang menjampi Hoegeng muncul dan minta maaf. Hoegeng disembuhkan dan si dukun justru mendapat maaf dari Hoegeng, bukan dihukum. Sementara sang polisi korup langsung meminta pensiun supaya tak dihukum berat.