Kasus Nasabah BJB Pekanbaru, Peri Akri: Ini Soal Kepercayaan
RIAU24.COM - Pengamat perbankan dan ekonom Riau, Peri Akri menyorot kasus yang dialami nasabah BJB Pekanbaru, Arif Budiman, yang kini tengah berproses di Pengadilan Negeri Pekambaru.
Menurut Peri, dilihat dari segi ekonomi, kasus yang menimpa Arif sangat tidak baik ke depannya. Hal itu dikarenakan, dalam perekonomian terlebih dalam masa Pandemi Covid-19 seperti saat ini, dibutuhkan motor penggerak seperti perbankan.
"Dalam dunia perbankan kasus ini berbahaya, karena ini soal kepercayaan. Harusnya kasus ini tidak terjadi kalaulah saja ikuti SOP yang benar, kasus ini terjadi karena oknum yang integritasnya tidak baik," ujarnya kepada media, akhir pekan lalu.
Menurutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus bertindak keras demi menjaga kepercayaan publik terhadap dunia perbankan.
"Kalau dibiarkan, dampaknya akan besar. Perbankan ayo kembali ke rule," imbaunya.
Dikatakan Peri, poin penting dalam menjalankan dunia perbankan yakni konsep prudential banking, prinsip kehati-hatian. Di dalam dunia perbankan, banyak regulasi yang mengatur.
"Semestinya sulit melakukan hal-hal yang tidak prosedur. Kalaupun ada terjadi indikasi tindak pidana, bukan sistem yang tidak bagus, tapi ada user atau oknum yang bermain, karena sistem perbankan sangat ketat," terangnya lagi.
Ditambahkannya, dalam dunia perbankan, segala sesuatu ada tingkatannya. Misalnya pada kredit atau pencairan ada levelnya. Ini saling terkait, tidak bisa sendiri.
"Misalnya kasir bisa melampaui otoritas dia, tidak otoritas dia tapi dia lakukan, itu kita pertanyakan, sampai pada atasannya, sampai kepala cabangnya, karena ini saling terkait," terangnya.
Dikatakan Peri juga, dalam operasional bank, apalagi nasabah prioritas semestinya harus dikelola dengan baik dan benar, karena merupakan jantungnya bank.
"Nasabah kakap atau prioritas ini adalah aset utama bank, karena bunga kredit merupakan sumber pendapatan utama bank, harusnya dikelola dengan baik," sambungnya.
Dikatakan, dunia perbankan merupakan sebuah bisnis yang sangat lebih terjamin dalam proses operasionalnya. "Kalau ada bank yang masih bergelut melakukan hal-hal kurang terpuji, bukan institusinya, indikasinya oknum yang bermain. Oknum-oknum yang seperti ini harusnya tidak hadir di dunia perbankan yang merupakan lembaga trust, lembaga kepercayaan. Bank harus diisi oleh orang-orang yang paripurna, memiliki integritas yang tinggi," ungkapnya.
Nasabah berhak mendapatkan sebuah administrasi yang transparan. "Kesalahan besar bank kalau tidak menyerahkan, nasabah berhak mendapatkan sebuah administrasi yang transparan, agar ada keseimbangan proses transaksi nasabah dan bank. Begitu juga perihal CCTV, tidak ada alasan tidak ada CCTV, karena CCTV itu 24 jam, dipergunakan kalau ada kasus-kasus seperti ini, kalau rusak bisa diperbaiki. CCTV Itu kan bisa menjadi bukti utama, utk antisipasi kalau ada hal-hal seperti ini, ketidakharmoniskan hubungan akibat rusaknya kepercayaan," paparnya.
"Sistem perbankan itu sudah baku, namun sehebat apapun sistem jika ditangani oleh oknum yang integritasnya tidak baik, ini ada potensi menimbulkan kerugian bank, kerugian nasabah. Sehebat apapun sistem, kalau ditangani oknum yang integritasnya tidak baik, tetap saja sistemnya jebol," tegas Peri.
Sebagai orang yang cukup lama di dunia perbankan, Peri berharap penegak hukum dapat menyelesaikan kasus ini dengan baik.
"Tidak cukup baik saja tapi harus benar. Kalaulah kasus ini tidak selesai dengan baik, ada dua implikasi, implikasi ekonomi dan perbankan. Perbankan sebuah bisnis kepercayaan, dengan kasus ini bisa merusak kepercayaan masyarakat. Jangan bersengketa lama-lama karena ini penting untuk kelangsungan usaha, untuk sebuah integritas yang kuat," paparnya.
"Bank yang sedang bersengketa ini datang dari luar ke Riau, artinya sudah memiliki tingkat kesehatan bank yang baik, jangan rusak reputasi hanya karena masalah uang seperti ini," pungkas Peri.***