Imam dan Pastor Gereja Katolik Prancis Lakukan Pelecehan Seksual Terhadap 216 Ribu Anak di Bawah Umur, Paus Fransiskus: Mengerikan
RIAU24.COM - Ribuan paedofil beroperasi di dalam Gereja Katolik Prancis sejak tahun 1950, kata kepala panel yang menyelidiki perlakuan tidak pantas oleh anggota gereja.
Menanggapi kejadian ini, Paus Fransiskus mengungkapkan “duka mendalam” kepada para korban pelecehan seksual, Selasa (5/10). Baginya, kasus pelecehan seksual yang dilakukan para pastor dan imam itu adalah kenyataan “mengerikan”.
“Perhatiannya (Paus Fransiskus) tertuju pada para korban, dengan penuh duka yang mendalam atas luka-luka mereka, dan rasa syukur atas keberanian mereka untuk angkat bicara,” ujar juru bicara Vatikan, Matteo Bruni, dikutip dari AFP.
“Mereka juga berpaling ke arah Gereja di Prancis, sehingga, usai mengetahui kenyataan mengerikan ini, Gereja dapat menempuh jalan penebusan,” lanjutnya.
Tak hanya itu, Paus Fransiskus juga mendoakan para jemaah Gereja Prancis, terutama korban-korban pelecehan.
“(Ia mendoakan) agar Tuhan memberkati mereka dengan rasa damai dan penghiburan, dan dengan keadilan, mukjizat dari penyembuhan,” kata Bruni.
Pada Selasa (5/10), hasil investigasi independen mengungkapkan imam dan pastor Gereja Katolik Prancis telah melakukan kekerasan seksual terhadap 216.000 anak di bawah umur dalam 70 tahun terakhir.
Kepala komisi independen yang melakukan investigasi itu, Jean-Marc Sauve, mengatakan sekitar 3.000 imam dan pastor pedofil melecehkan anak di bawah umur selama periode tersebut, dan menyebut angka tersebut sebagai perkiraan konservatif.
Isu pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Gereja Katolik Roma telah menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Paus Fransiskus. Kasus-kasus pelecehan semakin sering terungkap.
Pada 2016 lalu, ia melakukan penyederhanaan prosedur pengunduran diri bagi uskup Gereja yang terbukti mengabaikan kasus pedofilia.
Sementara pada 2018, Paus Fransiskus mengeluarkan Surat untuk Umat Tuhan yang berisi desakan bagi para pastor untuk bertobat. Kemudian pada 2019, ia menandatangani tiga dokumen hukum untuk melawan tindak pedofilia.