Ketika Rasulullah Tak Pernah Ajarkan Umatnya Pergi Mandi Balimau
RIAU24.COM - Ketua Majelis Ulama Sumatera Barat (Sumbar), Buya Gusrizal Gazahar mengatakan tradisi balimau merupakan kebiasaan orang-orang Minang sebelum kedatangan Islam.
Sehingga, tradisi mandi balimau seharusnya tidak dilakukan oleh masyarakat menjelang Ramadan dikutip dari liputan6.com, Jumat 1 April 2022.
"Kalau mandi membersihkan diri itu bisa di rumah, ulama meluruskan ini," ujarnya.
Momentum ini kerap dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak baik, mandi beramai-ramai di sungai bercampur antara laki-laki dan perempuan.
Yang lebih memprihatinkan lagi muda-mudi pergi ke lokasi pemandian secara berpasang-pasangan, kemudian mandi-mandi.
"Katanya mau menyambut Ramadan? Kenapa tidak menyambutnya dengan hal-hal bermanfaat, memperbanyak ibadah," ujarnya.
Alhasil, dia meminta pemerintah daerah mengambil kebijakan agar mandi balimau di tempat-tempat tertentu itu dihentikan karena tidak sesuai dengan syariat Islam.
Untuk diketahui, awal mula penerapan tradisi ini adalah masyarakat Desa Jada Bahri dan Desa Kimak Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Dikutip dari Bangtjik Kamaluddin dalam bukunya, Mandi Belimau di Dusun Limbung Bangka Belitung, dia menuliskan seorang bangsawan keturunan Kerajaan Mataram Yogyakarta bernama Depati Bahrein melarikan diri dari kejaran Belanda.
Lalu pada 1700-an, sampailah Depati Bahrein bersama pasukannya ke Pulau Bangka.
Konon Depati Bahrein kemudian melakukan ritual mandi pertobatan yang kemudian dicontoh oleh warga sekitar.
Akhirnya, istilah mandi pertobatan ini menjamur ke sebagian besar Tanah Melayu sebelum memasuki bulan Ramadan. Tradisi ini kemudian dikenal dengan balimau di daerah lain.