Tragis, Tentara Rusia Diduga Lakukan Pemerkosaan dan Kekerasan Seksual Terhadap Wanita dan Anak-anak Ukraina
RIAU24.COM - Pejabat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut pihaknya semakin banyak mendengar laporan, terkait pemerkosaan dan kekerasan seksual di Ukraina. Ini disampaikannya kepada Dewan Keamanan PBB pada Hari Senin, ketika sebuah kelompok hak asasi manusia Ukraina menuduh pasukan Rusia menggunakan pemerkosaan sebagai senjata perang.
Kateryna Cherepakha, presiden La Strada-Ukraina, mengatakan hotline darurat organisasinya telah menerima telepon yang menuduh tentara Rusia atas sembilan kasus pemerkosaan, yang melibatkan 12 wanita dan anak perempuan.
"Ini hanya puncak gunung es," katanya kepada dewan melalui video, seperti melansir Reuters 12 April.
"Kami tahu dan melihat, dan kami ingin Anda mendengar suara kami, bahwa kekerasan dan pemerkosaan sekarang digunakan sebagai senjata perang oleh penjajah Rusia di Ukraina," sambungnya.
Rusia diketahui telah berulang kali membantah menyerang warga sipil, seiring dengan invasi yang disebutnya sebagai operasi militer khusus di Ukraina dimulai pada 24 Februari.
Sementara itu, PBB mengatakan pekan lalu , pemantau hak asasi manusia PBB sedang berusaha untuk memverifikasi tuduhan kekerasan seksual oleh pasukan Rusia, termasuk pemerkosaan berkelompok dan pemerkosaan di depan anak-anak. Termasuk tuduhan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pasukan Ukraina serta milisi pertahanan sipil.
zxc2
Misi Ukraina di PBB tidak segera menanggapi permintaan komentar atas tuduhan terhadap pasukan Ukraina. Adapun Rusia melalui pejabat diplomatiknya di PBB menjawab tuduhan ini di hadapan Dewan Keamaman PBB. "Rusia, seperti yang telah kami nyatakan lebih dari sekali, tidak berperang melawan penduduk sipil," tegas Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy kepada Dewan Keamanan pada Hari Senin.
Dalam kesempatan tersebut ia juga menuduh Ukraina dan sekutunya "memiliki niat yang jelas untuk menampilkan tentara Rusia sebagai pemerkosa dan sadistis. Sementara itu, Direktur Eksekutif UN Women Sima Bahous mengatakan, semua tuduhan harus diselidiki secara independen, untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas.
"Kami semakin mendengar tentang pemerkosaan dan kekerasan seksual," katanya kepada dewan.
"Kombinasi perpindahan massal dengan hasil tekanan besar dari wajib militer dan tentara bayaran, dengan kebrutalan yang ditampilkan terhadap warga sipil Ukraina telah mengangkat semua bendera merah," tandasnya.
Diketahui, semua pihak dalam perang Ukraina memiliki sistem wajib militer, di mana para pemuda diwajibkan oleh hukum untuk melakukan dinas militer. Selain itu, Ukraina dan Rusia saling menuduh menggunakan tentara bayaran.