Kondom Rentan Gagal, Ilmuwan Ciptakan Pil KB untuk Pria
RIAU24.COM - Ketika pertama kali disetujui pada 1960-an, pil KB wanita banyak dijadikan pilihan, selain karena mudah, pil KB juga nyaman, terjangkau, dan efektif, dibandingkan dengan kontrasepsi.
zxc1
Tapi sejak itu, menciptakan pil KB untuk pria terbukti sangat sulit. Karena nya, pria yang ingin memainkan peran mereka dalam strategi pengendalian kelahiran pasangan terbatas pada kondom saja, yang rentan terhadap kegagalan.
Lebih lanjut lagi, sebagian besar pil KB menargetkan testosteron hormon seks pria, yang berpotensi menyebabkan efek samping seperti depresi, penambahan berat badan dan peningkatan kadar kolesterol.
zxc2
Kini, para ilmuwan di University of Minnesota, Minneapolis, telah menemukan solusinya. Mereka telah menciptakan pil oral berbasis non-hormon yang 99 persen efektif dalam mencegah kehamilan pada tikus.
“Pria menghasilkan 1.500 sperma per detak jantung, tetapi untuk wanita biasanya ada satu sel telur per siklus. Jadi, untuk menghentikan produksi sperma dalam jumlah besar ini, kami membutuhkan metode yang benar-benar efektif,” kata penulis studi, Md Abdullah al Noman, yang mempresentasikan penelitian tersebut pada pertemuan American Chemical Society di San Diego.
“Sejauh ini, senyawa yang kami laporkan dalam pertemuan ini menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan, tanpa efek samping pada tikus.”
Obat ini, yang dinamai YCT529, mematikan protein yang disebut retinoic acid receptor alpha (RAR-α) yang mengikat vitamin A dan memainkan peran penting dalam pertumbuhan sel, termasuk pembentukan sperma.
Mereka memberi tikus jantan satu dosis YCT529 setiap hari selama empat minggu, yang kemudian menunjukkan penurunan jumlah sperma tikus dan 99 persen efektif dalam mengurangi kehamilan.
Tim berharap uji klinis pada manusia bisa dimulai pada akhir tahun ini, tim peneliti juga sudah mulai mengerjakan versi baru obat tersebut.
“Kami sedang mencoba membuat senyawa generasi kedua yang lebih baru yang akan efektif dalam dosis yang lebih rendah,” kata Noman.
“Terkadang dosis yang lebih rendah bisa berarti toksisitas yang lebih tinggi, saya harus memberikan peringatan itu, tetapi dalam banyak kasus dosis yang lebih rendah lebih baik,” paparnya lagi.