Bentuk Kerja Kemitraan APRIL Group, RAPP Turut Berpartisipasi Melindungi Gajah Sumatera yang Hampir Punah
RIAU24.COM - Kontribusi RAPP sebagai anak perusahaan dari APRIL Group dalam upaya konservasi, restorasi keanekaragaman hayati semakin digalakkan guna mewujudkan restorasi ekosistem Riau di Asia Pacific Rayon.
Salah satu yang menjadi perhatian RAPP adalah keberlanjutan konservasi terhadap hewan bertubuh besar yang masuk dalam jajaran fauna yang turut mempercantik pulau di ujung barat Indonesia, yakni Gajah Sumatera.
Selain memperhatikan keanekaragaman hayati, RAPP secara khusus dan APRIL Group secara meluas, turut melakukan upaya restorasi atas lingkup alam sebagai tempat tinggal Gajah Sumatera.
Hal tersebut dikarenakan jumlah populasi Gajah Sumatera, berdasarkan laporan WWF memperkirakan hanya ada 2.400-2,800 ekor Gajah Sumatra yang tersisa di alam bebas dan hanya ada sekitar 100 ekor yang hidup di pulau Sumatera itu sendiri, yang berarti jumlah Gajah Sumatera di alam liar makin hari kian berkurang.
Penyebab hal tersebut adalah karena habitat mereka yang semakin kecil akibat penebangan liar, sehingga gajah kerap merusak tanaman dan fasilitas di pemukiman warga, dimana konflik tersebut kadang berakhir dengan kematian manusia atau gajah itu sendiri.
Untuk membantu mengatasi masalah ini, APRIL Group berinisiatif mendirikan tim khusus bernama Flying Squad, yang terbagi dalam dua regu, di antaranya regu gajah terlatih yang berpatroli di hutan dan regu yang membawa gajah liar menjauh dari pemukiman warga.
Upaya Konservasi
Sebelum Flying Squad dibentuk, sejarah mencatat, dalam upaya memaksimalkan konservasi hewan, pemerintah pada tahun 1994 memutuskan untuk menyerahkannya ke sektor swasta dengan membuat peraturan yang mewajibkan perusahaan di sektor kehutanan dan perkebunan untuk mengadopsi hewan yang terancam punah, termasuk gajah.
Di tahun yang sama, APRIL Group, melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper atau RAPP di provinsi Riau, dengan senang hati menerima empat gajah dari Balai Konservasi Gajah Sebanga, milik pemerintah Lampung.
RAPP mempekerjakan sembilan pawang untuk merawat gajah-gajah tersebut dan juga rutin menerima kunjungan dari dokter hewan, agar kesehatan para Gajah Sumatera tersebut terjamin dimana gajah-gajah tersebut tumbuh dan berkembang biak secara sehat di hutan konsesi seluas 3000 Hektar milik RAPP.
Flying Squad
Pada tahun 2005, RAPP bersama Badan Konservasi Sumber Daya Alam Riau, Dewan Taman Nasional Teso Nilo, WWF, dan perusahaan lain di wilayah tersebut, menandatangani sebuah MOU untuk membentuk Flying Squad dan kemudian di tahun 2006, RAPP berinisiatif membangun sebuah kamp untuk Flying Squad di Ukui, Riau.
Flying Squad adalah salah satu contoh kerjasama yang luar biasa antara pemerintah dan sektor swasta, untuk melindungi lingkungan sekitar.
Hal ini terbukti dari manfaat yang diterima masyarakat lokal, yang sekaligus membantu melestarikan gajah yang terancam punah.
Sayangnya di Taman Nasional tersebut kerap terjadi penebangan liar oleh orang yang tidak bertanggung jawab yang menyebabkan para gajah tersebut merasa tidak nyaman dan mulai bergerak memasuki kawasan habitat manusia.
Ketika gajah-gajah tersebut harus keluar dari taman nasional untuk mencari makan dengan memasuki pemukiman warga atau juga kawasan konsesi perusahaan, mereka dapat merusak perkebunan dan peternakan, dan membuat marah masyarakat setempat.
Di sinilah Flying Squad memberikan kontribusinya dengan berpatroli rutin menjaga gajah liar tersebut agar tidak melewati batas dan memasuki pemukiman warga dan membimbing gajah liar untuk menemukan kembali habitatnya dan menjauh dari daerah pemukiman.
Sejak 2005, lewat kelompok Elephant Flying Squad (EFS) menjadi salah satu upaya yang dilakukan RAPP dalam konservasi keanekaragaman hayati sekaligus memitigasi konflik satwa dan manusia.
Hal ini sejalan dengan komitmen APRIL Group dalam Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0 dan APRIL2030 yang fokus mengedepankan konservasi dan perlindungan hutan dalam kegiatan operasionalnya.
Tentunya juga dengan ditunjuknya Riau sebagai Pusat Konservasi Gajah Sumatera, berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.54/Menhut-II/2006 tentang Penetapan Provinsi Riau sebagai Pusat Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan peraturan perubahannya P. 73/Menhut-II/2006.
EFS sendiri erat bekerjasama dengan pihak lain seperti BBKSDA Riau, Forum Gajah dan lembaga konservasi lainnya untuk bisa saling bertukar informasi dan pengalaman dalam penanganan gajah.
Dengan komitmen tersebut kini di tengah pedalaman hutan Riau, ada sekumpulan Gajah Sumatera yang dilestarikan, jinak, terlatih dan sering ikut berpatroli bersama manusia untuk membantu mitigasi konflik dengan kawanan gajah liar yang tidak sengaja memasuki area masyarakat.
Gajah-gajah ini merupakan adopsi dan anakan yang dirawat dan dilestarikan oleh APRIL Group, lewat unit usahanya PT RAPP.
Lewat Elephant Flying Squad (EFS), para gajah dilatih untuk ikut membantu para pawang (mahout) agar gajah-gajah liar menjauh dari pemukiman manusia dan terhindar dari konflik, sehingga populasinya dapat terus lestari.
“Untuk meredam adanya konflik antara gajah dan manusia, kelompok EFS terus mensosialisasikan kepada masyarakat bagaimana penanganan dalam menghalau gajah liar, salah satunya dengan berpatroli bersama dengan para gajah terlatih ini,” ucap Sarmin, salah satu pawang (mahout) dalam kelompok EFS.
Saat ini, terdapat enam gajah yang dilestarikan dan bersama-sama membantu manusia mencegah konflik, yakni Adei, Ika, Mira, Meri, Carmen dan Raja Arman.
Dua yang disebutkan paling terakhir adalah anakan gajah-gajah yang lebih dulu diadopsi, masing-masing lahir pada tahun 2009 dan 2011 di kamp yang dibangun perusahaan.
Dia mencontohkan Adei, si jantan tertua dengan perawakan paling berat sekitar 2,8 ton yang memiliki termperamen tinggi dan kaku. Melatih Adei pun perlu kesabaran ekstra dibandingkan yang lainnya.
“Biasanya kalau dipanggil sekali langsung datang, tapi karena sedang hamil agak lambat dan baru datang di panggilan ketiga. Saat makan puding pun maunya ditemani terus sama kita, kalau kita tinggalin mereka tidak mau makan,” jelas Sarmin.
Sehari-hari, Sarmin dan para pawang lainnya memandikan, memberi makan, memberi minum, hingga berlatih interaksi dan pemeriksaan medis para gajah.
Selain itu, para gajah ini juga diberikan pelatihan atraksi, seperti bermain basket atau bola kaki bersama, hingga menghitung angka.
Sebelum pandemi menyerang, banyak masyarakat yang sering berkujung ke kamp EFS di Kabupaten Langgam ini untuk sekadar bermain atau berfoto bersama para gajah ini, namun selama pandemi, kamp tidak bisa didatangi oleh publik maupun tamu sesuai dengan arahan pemerintah dalam protokol kesehatan.
Kolaborasi Elephant Flying Squad (EFS) adalah satuan tim yang terdiri dari pawang dan gajah yang dibentuk sebagai salah satu implementasi teknik mitigasi konflik gajah manusia.
Tugas utama mereka adalah untuk menggembalakan dan menghalau gajah liar agar tidak masuk ke lahan masyarakat.
EFS diperkenalkan oleh BBKSDA Riau dan WWF dan didukung beberapa pemangku kepentingan sejak tahun 2005.
Pada Tahun 2011, International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menetapkan tentang status konservasi Gajah Sumatera ke dalam kategori Critically Endangered (CR) yang artinya satwa ini berada diambang kepunahan.
Gajah Sumatera merupakan salah satu jenis mamalia yang dilindungi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Beberapa kelahiran-kelahiran bayi gajah telah meningkatkan optimisme dan semangat Balai Taman Nasional Tesso Nilo sebagai pusat konservasi Gajah Sumatera di Riau dalam melestarikan kembali populasi Gajah Sumatera.
Apa yang telah dilakukan APRIL Group melalui anak perusahaannya yakni RAPP adalah realisasi nyata dari semangat membangun masa depan berkelanjutan melalui konservasi dan kemitraan.
Semoga hal ini menginspirasi lebih banyak lagi instusi atau bahkan individu yang tergerak untuk menjaga populasi gajah sehingga dapat lestari di habitatnya sendiri. ***