Takut Diinvasi Negara-negara Afrika, Junta Niger Minta Bantuan Tentara Bayaran Rusia Grup Wagner
RIAU24.COM - Junta militer Niger telah meminta bantuan dari kelompok tentara bayaran Rusia, Grup Wagner.
Permintaan itu datang saat kunjungan pemimpin kudeta, Jenderal Salifou Mody, ke negara tetangga Mali, dan melakukan kontak dengan seseorang dari Wagner.
Seorang jurnalis dan peneliti senior di Soufan Center, Wassim Nasr mengatakan, tiga sumber Mali dan seorang diplomat Prancis mengkonfirmasi pertemuan yang pertama kali dilaporkan oleh France 24. Nasr mengatakan, Wagner sedang mempertimbangkan permintaan tersebut.
“Mereka membutuhkan (Wagner) karena mereka akan menjadi jaminan mereka untuk memegang kekuasaan,” ujar Nasr.
Nasr mengatakan, para pemimpin militer Niger telah mengikuti pedoman Mali dan negara tetangga Burkina Faso, yang juga dijalankan oleh junta. Tetapi kedua negara itu bergerak lebih cepat untuk mengkonsolidasikan kekuasaan.
“(Tchiani) memilih jalannya, jadi dia melakukannya tanpa membuang-buang waktu karena ada mobilisasi internasional," ujar Nasr.
Nasr mempertanyakan, bagaimana reaksi komunitas internasional jika Wagner masuk ke Niger.
Ketika Wagner datang ke Mali pada akhir 2021, militer Prancis segera disingkirkan setelah bertahun-tahun bermitra.
Wagner kemudian ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat. Nasr mengatakan, mitra internasional mungkin memiliki reaksi yang lebih kuat sekarang.
Banyak hal yang dipertaruhkan di Niger. Antara lain, AS dan mitra lainnya telah menggelontorkan bantuan militer senilai ratusan juta dolar untuk memerangi ancaman jihadi yang berkembang di kawasan itu.
Prancis memiliki 1.500 tentara di Niger. Namun para pemimpin kudeta mengatakan mereka telah memutuskan perjanjian keamanan dengan Paris. Sementara AS memiliki 1.100 personel militer di Niger.
Seorang pejabat militer Barat yang berbicara tanpa menyebut nama mengatakan, mereka juga mendengar laporan bahwa junta meminta bantuan dari Wagner di Mali.
Junta Niger menghadapi tenggat waktu yang ditetapkan oleh blok regional yang dikenal sebagai ECOWAS untuk membebaskan dan mengembalikan Presiden Mohamed Bazoum yang terpilih secara demokratis.
Bazoum menggambarkan dirinya sebagai sandera. ECOWAS memberikan tenggat waktu untuk pembebasan Bazoum hingga Ahad (6/8/2023).
Kepala pertahanan dari anggota ECOWAS menyelesaikan rencana intervensi pada Jumat (4/7/2023).
Dia mendesak militer untuk mempersiapkan sumber daya setelah tim mediasi yang dikirim ke Niger pada hari Kamis tidak diizinkan memasuki kota atau bertemu dengan pemimpin junta Jenderal Abdourahmane Tchiani.
Niger telah dinilai sebagai mitra kontraterorisme terakhir yang dapat diandalkan Barat. Wagner beroperasi di beberapa negara Afrika, termasuk Mali. Kelompok hak asasi manusia menuduh pasukan Wagner melakukan pelanggaran mematikan.
"Kita tidak dapat mengatakan ada implikasi langsung Rusia dalam kudeta Niger, tetapi jelas, ada sikap oportunistik di pihak Rusia, yang mencoba mendukung upaya destabilisasi di mana pun mereka menemukannya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Anne-Claire Legendre. Selama berhari-hari setelah junta Niger merebut kekuasaan, warga mengibarkan bendera Rusia.
Claire Legendre menggambarkan Wagner sebagai "resep untuk kekacauan." Sementara beberapa warga menolak pendekatan junta.
“Itu semua palsu. Mereka menentang campur tangan asing untuk memulihkan ketertiban dan legalitas konstitusional. Tetapi sebaliknya, mereka siap untuk membuat pakta dengan Wagner dan Rusia untuk merusak tatanan konstitusional. Mereka siap untuk membakar negara sehingga mereka dapat mempertahankan posisi mereka secara ilegal," kata Amad Hassane Boubacar, yang mengajar di Universitas Niamey.
Pada Sabtu (5/8/2023) Menteri Luar Negeri Prancis, Catherine Colonna, mengatakan, memperingatkan para pemberontak untuk menanggapinya dengan serius.
“Kudeta tidak lagi pantas. Sudah waktunya untuk mengakhirinya,” kata Colonna.
Kementerian Luar Negeri mengatakan, Prancis mendukung upaya ECOWAS dan menyerukan agar Bazoum dan semua anggota pemerintahannya dibebaskan.
Junta Niger telah meminta penduduk untuk mewaspadai mata-mata, dan kelompok-kelompok pertahanan swadaya telah bergerak pada malam hari untuk memantau mobil dan berpatroli di ibu kota.
“Jika junta berusaha keras dan menggalang rakyat di sekitar bendera – bahkan mungkin mempersenjatai milisi sipil, intervensi dapat berubah menjadi kontrapemberontakan multifaset yang tidak akan siap ditangani oleh ECOWAS,” kata sebuah laporan oleh Institut Hudson.
(***)