Denny Indrayana Minta Anwar Usman Dipecat dan Putusan MK Perkara Syarat Nyapres Dibatalkan
RIAU24.COM - Pakar hukum tata negara Denny Indrayana meminta Anwar Usman dipecat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Serta meminta agar putusan perkara nomor 90 terkait syarat Capres-cawapres yang diketok beberapa lalu, dibatalkan.
Melansir kumparan, permintaan tersebut termuat dalam petitum permohonan Denny Indrayana dalam laporannya terkait dugaan pelanggaran etik Anwar Usman dalam memutus atau mengubah frasa Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2027.
Berikut petitum lengkap Denny Indrayana yang dibacakan pada sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Senin (31/10):
Menerima laporan Pelapor untuk seluruhnya;
Menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat kepada Hakim Terlapor Anwar Usman, karena terbukti melakukan pelanggaran berat Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, khususnya tidak mengundurkan diri dari perkara yang anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan.
Menyatakan bahwa dalam proses pengambilan keputusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, bukan hanya terjadi pelanggaran etika, namun juga intervensi dan kejahatan yang terencana dan terorganisir (planned and organized crime) yang merusak keluhuran martabat dan kehormatan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Menyatakan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi tidak sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) UU Kekuasaan Kehakiman.
Atau:
Memerintahkan kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk segera melakukan pemeriksaan kembali perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan susunan majelis hakim konstitusi yang berbeda, tanpa Hakim Terlapor, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (7) UU Kekuasaan Kehakiman.
Menyatakan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak berlaku sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berdasarkan pemeriksaan kembali perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Memerintahkan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada upaya hukum banding.
Dasar Pembatalan Putusan 90
Denny menjelaskan, bahwa meskipun bersifat final dan langsung berlaku, putusan MK tetap memungkinkan dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Ia merujuk pada UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009.
Denny mengatakan, Pasal 13 ayat (3) UU Kekuasaan Kehakiman menegaskan akibat hukumnya adalah putusan batal demi hukum.
"Lebih jauh, masih terkait konsep tidak sahnya suatu putusan pengadilan, selain karena tidak dibacakan di hadapan yang terbuka untuk umum, juga karena hakim tidak mundur dalam penanganan perkara di mana sang hakim mempunyai benturan kepentingan, yaitu yang di awal laporan a quo dikenal dengan konsep judicial disqualification atau recusal," kata Denny dalam permohonannya.
Kata dia, UU Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa ”seorang hakim … wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa”.
"Akibat dari tidak mundurnya hakim yang mempunyai benturan kepentingan tersebut adalah, '…putusan dinyatakan tidak sah' (lihat Pasal 17 ayat (5) dan (6) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman)," pungkas caleg Demokrat ini.