AS dan Aliansi Barat Danai Pembantaian Warga Palestina Selama 75 Tahun
Kejahatan Apartheid Meningkat Profesor Mazin Qumsiyeh, seorang aktivis non-kekerasan Palestina, pendiri dan direktur Museum Sejarah Alam Palestina dan Institut Keanekaragaman Hayati dan Keberlanjutan Palestina di Universitas Bethlehem, menyoroti, “Meningkatnya kejahatan apartheid dan diskriminasi rasial di Tepi Barat.”
“Kami di Tepi Barat saat warga Palestina di seluruh dunia menyaksikan genosida dan pembersihan etnis terhadap populasi di Gaza dan tahu bahwa kami adalah yang berikutnya. Sudah 163 warga Palestina dibunuh oleh tentara pendudukan dan pemukim di Tepi Barat sejak 7 Oktober dan kami perkirakan akan terjadi hal yang lebih buruk,” papar dia.
Dia menjelaskan, “Israel memblokir wilayah kami dan menangkap/menculik lebih dari 2.500 warga Palestina di Tepi Barat. Dan mereka menyiksa para tahanan politik ini, yang kini berjumlah lebih dari 11.000 orang dengan kekerasan fisik langsung dan tidak diberikan makanan dan obat-obatan.”
“Suasananya muram dan marah. Kami tidak percaya bagaimana pemerintah Amerika Serikat (AS) dan sekutu baratnya berkolusi dan berkolaborasi serta mendanai pembantaian ini selama 75 tahun,” tegas dia.
Menurutnya, permasalahan seperti itu tidak muncul secara tiba-tiba, mengingat 75 tahun rezim apartheid telah berkuasa di Palestina. “Apa yang terjadi pada tanggal 7 Oktober dan setelahnya seperti yang dikatakan Ketua PBB Guterres 'tidak terjadi dalam ruang hampa'. Warga Palestina mengalami pembersihan etnis dan serangan rasis setiap hari selama 75 tahun,” papar dia.
Dia menekankan, “Hal ini menyebabkan delapan juta warga Palestina menjadi pengungsi atau orang-orang terlantar dan sisanya ditahan di kamp-kamp konsentrasi yang tidak terhubung satu sama lain seperti Gaza, Betlehem, Jericho, Ramallah, dan lain-lain."