Untuk Rakyat Banyak
Ketika kita harus bertengkar dengan pihak asing dan berdinamika dengan orang-orang kita sendiri, untuk mencari dan menelaah kesesuaian antara seluruh potensi domestik menjadi sebuah Negara yang bermartabat. Bung hatta, yang miskin harta tapi kaya akal dan hati itu dalam catatannya yang fenomenal (Demokrasi Kita) sedari awal sudah menggelisahi itu.
Kini, perjalanan Pemilu 2024 mempertontonkan fakta-fakta yang paradoks. Sebagai pendukung AMIN, keberpihakan ini adalah pilihan objektif. Tidak semerta mengkultuskan pilihan ini sebagai opsi tersuci. Nyatanya, strategi penggunaan infrastruktur kekuasaan dalam Pemilu Rakyat dijawab tuntas oleh AMIN melalui gerakan politik emansipatoris.
Berada di lingkungan minoritas elit, AMIN mampu memunculkan eksistensi akal budi di hadapan rakyat. Naif, Pemerintah yang punya data dan komponen penggerak, mengarusutamakan simpati rakyat mayoritas, dengan pemograman Bansos di masa kampanye Pilpres.
Penggalangan pemilih dilakukan secara teritori taraf kehidupan, berbasis pada lubuk-lubuk pemilih yang membutuhkan. Pergerakannya dilakukan oleh aparat negara yang sesungguhnya berkewajiban Netral. Kewajiban netralitas itu diabaikan, di lakukan secara konsolidatif maupun penekanan strutktural pada multilevel.
Kedaulatan rakyat runtuh. Tanpa malu dan ragu, aktor utama dan turunannya gegap gempita berhadap-hadapan dengan segerombolan rakyat yang melek-melek cemas terhadap demokrasi Indonesia yang buram. Mereka bergembira bersama rakyat yang terkelabui, dan berkelindan dalam pusaran kemunduran demokrasi.
Sebelum pemungutan suara berlangsung, banyak pihak yang percaya, Suara terbanyak adalah milik Prabowo-Gibran. Sebagai pendukung AMIN, saya telah meyakini suara rakyat mayoritas untuk AMIN adalah keajaiban yang akan menjadi berulangnya sejarah Pilpres 2014. Tidak sedikit yang berpendapat, kemenangan Jokowi di 2014 adalah kemenangan rakyat. Akibat dari diwariskannya oleh SBY sebuah platform negara Demokrasi yang merangkak Maju. Berbanding terbalik, tahun 2024 Jokowi semacam ingin mewariskan pelajaran berharga, yakni mengenang kembali Pemilu 1997. Absurdnya, dibantu oleh SBY.