RIAU24.COM - Pilu, seorang anak di Rafah menjadi korban terbakar imbas serangan Israel. Dirinya kini hanya bisa membungkuk melihat banyak anggota tubuh diperban. Sempat dirawat di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, tetapi pasokan medis terbatas hingga banyak luka terpaksa belum ditangani.
Serangan Israel di kamp pengungsian Rafah, satu-satunya kota yang sebelumnya dianggap aman, kini bak tidak ada lagi perlindungan. Bantuan dari dunia yang melewati perbatasan di Rafah, setelah menyeberang dari Mesir, juga ikut dihambat Israel.
Mereka membatasi bantuan dan menghentikan banyak kebutuhan bantuan medis.
Keputusasaan, demikian satu kata yang menggambarkan korban kekejian aksi 'bakar hidup-hidup' pengungsi di sana. Kini, satu-satunya harapan mereka adalah sepenuhnya keluar dari Gaza. Bibi dari bocah yang terluka, Jamila Ahmed Abu Athab terisak menangis dan memohon bantuan dunia agar dirinya dan keluarga bisa keluar dari Gaza mencari perawatan medis yang lebih memadai.
"Kemana aku harus membawanya? Katakan padaku. Kemana aku harus pergi?" kata Jamila, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (30/5/2024).
"Saya meminta semua pemimpin dunia, siapa pun yang memiliki hati nurani, untuk membuka perbatasan dan membiarkan anak-anak ini pergi. Apa yang telah mereka lakukan untuk mendapatkan ini?" katanya, menambahkan.
Seperti sebagian besar warga Palestina di Gaza, dia telah kehilangan rumahnya, kehilangan ibunya.
Terjebak Tanpa Bantuan
Di Rumah Sakit Al-Aqsa Martyrs di kota Gaza pusat Deir al-Balah, juru bicara dokter Khalil al-Dakran mengatakan kampanye militer Israel telah melepaskan bencana medis.
"Semua rumah sakit sedang berjuang karena kurangnya obat dan kebutuhan medis dan bahan bakar," katanya dalam video yang diperoleh oleh Reuters, menambahkan bahwa ribuan pasien membutuhkan perawatan di luar negeri dan tidak dapat melakukan perjalanan setelah penutupan perbatasan Rafah.
Israel menyalahkan Mesir atas penutupan itu, dengan mengatakan ingin membuka kembali Rafah kepada warga sipil Gaza yang ingin melarikan diri.
Pejabat dan sumber Mesir mengatakan operasi kemanusiaan beresiko dari kegiatan militer dan bahwa Israel perlu menyerahkan penyeberangan kembali ke Palestina sebelum mulai beroperasi lagi. Mesir juga khawatir tentang risiko Palestina yang dipindahkan dari Gaza.
Menteri Kesehatan Palestina, Majed Abu Ramadan, mengatakan pada hari Rabu tidak ada indikasi kapan penyeberangan Rafah akan dibuka kembali.
Serangan darat dan udara Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 36.000 orang dan melukai lebih dari 81.000, demikian pengumuman otoritas kesehatan di pemerintahan Gaza yang dikelola Hamas.
Di Rumah Sakit Al-Aqsa, Nashat Abed Bari mengatakan dia telah berusaha meninggalkan Gaza untuk bantuan medis sejak terluka lima bulan lalu.
"Tidak ada kemampuan di sini di Gaza sama sekali. Saya mencoba mencari dokter atau berkeliling rumah sakit tetapi tidak ada yang bisa membantu saya," katanya dalam video yang diperoleh oleh Reuters.
"Perbatasan telah ditutup selama lebih dari 20 hari. Tidak ada yang masuk atau keluar. Aku perlu operasi dengan sangat mendesak karena situasi saya semakin buruk setiap hari." ***