Menu

Inovasi Bisnis Berkelanjutan Bantu Indonesia Capai Target Iklim NDC

Devi 19 Nov 2024, 15:45
Rita Alim, Wakil Direktur Hubungan Eksternal di Grup APRIL, memberikan pidato di panel COP29 di Azerbaijan pada 16 November 2024. (Foto milik Grup APRIL)
Rita Alim, Wakil Direktur Hubungan Eksternal di Grup APRIL, memberikan pidato di panel COP29 di Azerbaijan pada 16 November 2024. (Foto milik Grup APRIL)

RIAU24.COM - Sektor swasta memegang peran strategis dalam mempercepat pencapaian Target Kontribusi Nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia untuk mengurangi emisi karbon melalui penerapan praktik bisnis berkelanjutan dengan fokus pada inovasi.

Topik ini dibahas pada Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC COP29 yang diadakan di Baku, Azerbaijan, pada tanggal 16 November, selama sesi berjudul Aksi Iklim Kolektif: Memperkuat Aksi untuk Memenuhi NDC yang Ambisius Bersama.

Menurut Wahyu Marjaka, Direktur Mobilisasi dan Sumber Daya Sektoral dan Wilayah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, upaya pengurangan emisi karbon harus melibatkan semua pihak, termasuk sektor swasta, dan diperlukan adaptasi dan inovasi untuk mencapai target tersebut.

"Perusahaan harus beradaptasi dan menerapkan praktik bisnis yang berkelanjutan. Kemampuan sektor swasta untuk meningkatkan solusi iklim global, memanfaatkan rantai pasokan modal, dan mengembangkan teknologi membuatnya berada pada posisi yang unik untuk mendorong perubahan yang signifikan," kata Wahyu dalam pidatonya.

Wahyu menjelaskan, Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)—31,89 persen di dalam negeri dan hingga 43,2 persen dengan dukungan internasional. Indonesia juga berencana untuk menyerahkan NDC kedua ke UNFCCC pada akhir tahun 2024, yang akan mencakup komitmen untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global hingga 1,5 derajat Celsius dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060. Target ini juga akan mencakup sektor-sektor baru, termasuk sektor maritim dan hulu migas.

Mengingat komitmen untuk mencapai target iklim global dan nasional, Wahyu mengatakan bahwa pemerintah, sektor swasta, dan filantropi harus menyelaraskan tindakan mereka, memobilisasi sumber daya, dan menciptakan kemitraan untuk memenuhi target tersebut.

“Ketika bisnis selaras dengan Perjanjian Paris, hal tersebut tidak hanya mendorong inovasi tetapi juga menciptakan permintaan untuk teknologi bersih,” kata Wahyu.

Peran sektor swasta dalam mempercepat upaya dekarbonisasi juga tercermin melalui berbagai inovasi yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Salah satu contohnya adalah yang disampaikan oleh Grup APRIL, produsen kertas "PaperOne", dalam sebuah panel di konferensi tersebut. Grup APRIL memperkenalkan konsep "Waste to Value," yang bertujuan mengubah limbah industri menjadi sumber daya yang berharga, seperti energi, pupuk, dan material konstruksi jalan.

"Dengan persetujuan pemerintah, kami dapat menggunakan limbah sebagai bahan bakar untuk produksi. Ini adalah komitmen kami untuk mendukung pengelolaan limbah berkelanjutan dan mengurangi emisi dari limbah TPA," kata Rita Alim, Wakil Direktur Hubungan Eksternal di Grup APRIL , selama diskusi panel.


Limbah terdiri dari serat dan material padat yang dihasilkan dari pengolahan air limbah dalam proses produksi pulp dan kertas. Grup APRIL memanfaatkan limbah ini melalui teknologi boiler pemulihannya untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam proses produksi.

“Pada tahun 2023, kami menggunakan kembali lebih dari 323.000 ton limbah non-B3, yang tidak hanya mengurangi jumlah limbah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir tetapi juga menghemat biaya operasional,” tambah Rita.

Inisiatif ini sejalan dengan visi keberlanjutan perusahaan, APRIL2030 , yang bertujuan untuk mencapai target Iklim Positif dengan menerapkan solusi berbasis sains untuk mengurangi emisi karbon secara drastis. Lebih jauh, langkah ini mendukung target pertumbuhan berkelanjutan perusahaan, dengan berfokus pada penerapan praktik bisnis sirkular dan produksi yang bertanggung jawab.

Sejalan dengan komitmen tersebut, Grup APRIL terus meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan, salah satunya biomassa, yang sebagian besar berasal dari produk samping dan residu yang dihasilkan selama kegiatan produksi.

"Kami menargetkan 90 persen kebutuhan energi pabrik kami berasal dari energi terbarukan, dan pada tahun 2024, kami telah mencapai 88 persen dari target ini," kata Rita.

Selain biomassa, energi juga bersumber dari pembangkit listrik tenaga surya, dengan kapasitas terpasang saat ini sebesar 26 MW, yang akan ditingkatkan lebih lanjut menjadi 50 MW pada tahun 2030. ***