PHK 2 Pegawai Saat Pandemi Covid-19, Dewi Soekarno Kena Denda Jepang Rp3 Miliar
RIAU24.COM - Naoko Nemoto atau Dewi Soekarno dikenakan denda oleh Pengadilan Buruh Jepang sebesar 29 juta yen (Rp 3,03 miliar).
Dewi diketahui merupakan istri Presiden Soekarno. Hal ini karena memecat dua pegawai kantornya saat pandemi Covid-19.
Dewi adalah istri ke-6 mantan Presiden Republik Indonesia Soekarno, mereka menikah pada 1962. Ia lahir di Tokyo pada 6 Februari 1940 dengan nama asli Naoko Nemoto.
Dilansir dari Friday Digital, kasus Dewi Soekarno (84) bermula pada 4 Februari 2021 saat dirinya pulang ke Indonesia untuk menghadiri pemakaman menantunya, Frits Frederik Seegers.
Oleh karena kala itu sedang marak penyebaran Covid-19 di Jepang memasuki gelombang ketiga, sedangkan Indonesia mencatatkan rata-rata 10.000 kasus sehar, para pegawai khawatir Dewi kembali ke "Negeri Sakura" membawa virus corona.
Mereka juga bertanya-tanya apakah Frits meninggal karena Covid. Apalagi, kediaman Dewi berada satu gedung dengan kantornya.
Para pegawai lalu merasa perlu menjaga jarak dengan Dewi setelah kepulangannya. Pada 12 Februari 2021 mereka meminta bekerja dari rumah selama dua minggu.
Namun, Dewi Soekarno dilaporkan marah setelah mengetahuinya.
"Saya marah kepada kalian semua karena memperlakukan saya seperti patogen, meskipun hasil tes saya negatif. Kalian fobia corona. Saya tak bisa bekerja dengan kalian yang merusak karakter saya, jadi saya rasa tidak akan ke kantor lagi," kata Dewi kepada para pegawai, menurut kutipan Friday Digital.
“Maaf, tetapi risiko infeksi saya jauh lebih rendah daripada kalian semua. Kalian yang naik kereta dan bus. Aneh, kamu. Kalau kamu setakut itu, tidak usah datang. Ini benar-benar sangat merepotkan, saya merasa tidak nyaman," lanjutnya.
Pada hari setelah kepulangannya dan hari berikutnya, tak satu pun pegawai masuk kerja. Dewi hanya sendirian di kantor yang luas bersama sepuluh anjingnya.
Selanjutnya, pada 14 Februari 2021, dua pegawai yang disebut Tuan A dan Tuan B mendapat e-mail tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Apakah wanita itu takut Covid-19? Dia menyebut kami aneh karena takut, tetapi saya yakin semua orang menyadari Covid-19 bisa menjadi penyakit mematikan, jadi tidak ingin tertular itu masuk akal," tulis Tuan A di obrolan LINE dengan pegawai lain.
Tuan A dan B tidak terima, lalu mengadu ke Pengadilan Ketenagakerjaan pada Maret 2022, lebih dari setahun setelah kejadian.
Selanjutnya pada Agustus 2022, Komite Pengadilan Ketenagakerjaan memutuskan bahwa kantor Dewi Soekarno harus membayar Tuan A dan B masing-masing 3 juta yen (Rp 314,8 juta) sebagai penyelesaian. Namun, kantor Dewi menolak putusan pengadilan.
“Jelas tidak puas dengan ketentuan proposal tersebut. Tergugat (Nyonya Dewi) menawarkan membayar hanya sekitar 400.000 yen (Rp 41,97 juta) sebagai penyelesaian.”
Dewi juga menolak mediasi, kemudian secara pribadi menggugat balik Tuan A dan B pada April 2023. Gugatan Dewi mengeklaim bahwa Tuan A dan B keliru meyakini ia terinfeksi Covid-19 atau berkontak dekat, menghasut pegawai lain tidak berangkat kerja dan menghalangi Dewi masuk kerja, serta mengadu ke Pengadilan Ketenagakerjaan pada Maret 2022.
Akan tetapi, Pengadilan Ketenagakerjaan Jepang menyatakan bahwa gugatan pribadi Dewi kalah dan gugatan perusahaan juga kalah di tingkat pertama.