Senator asal Riau Hj Maimanah Umar dan GKR Hemas dari Yogyakarta, Diberhentikan Sementara dari DPD RI
RIAU24.COM - JAKARTA- Badan Kehormatan Dewan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, memberhentikan sementara dua senatornya. Salah satunya adalah senator asal Riau, Hj Maimanah Umar. Sementara senator lainnya adalah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas asal Yogyakarta.
Pemberhentikan sementara kedua senator itu, berlaku sejak Kamis 20 Desember 2018 kemarin. Sejauh ini, GKR Hemas telah menyatakan penolakannya terhadap pemberhentian sementara itu. Sedangkan Hj Maimanah Umar, sejauh ini belum bisa dipastikan langkah apa yang akan diambil yang bersangkutan.
Perihal pemberhentian sementara tersebut, dibenarkan salah seorang anggota Badan Kehormatan (BK) DPD RI, Gede Pasek Suardika. Dikatakan, Maimanah Umar diberhentikan sementara karena tidak menghadiri rapat paripurna lebih dari enam kali.
"Pemberhentian sementara, karena ketidakhadiran melebihi amanat UU MD3 dan tatib. Melebihi 6 kali sidang paripurna," ujarnya, Jumat 21 Desember 2018 seperti dilansir detik.com.
Khusus untuk GKR Hemas, Gede Pasek mengatakan total ketidakhadiran yang bersangkutan mencapai 12 kali.
"Jadi ada 2, Bu Maimanah Umar, bahkan beliau anggota MK. Jadi kami tidak pandang bulu, melebihi 6 kali (tak hadiri sidang paripurna)," terang Pasek.
Sejauh ini, yang menyatakan perlawanan baru GKR Hemas. Menurutnya, keputusan pemberhentiannya itu tak berdasar hukum.
"Keputusan BK memberhentikan sementara tanpa dasar hukum, bahkan mengesampingkan ketentuan pasal 313 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014," ujar Hemas, dalam konferensi pers di Yogyakarta.
Menurutnya, dalam pasal tersebut dijelaskan, anggota DPD RI baru bisa diberhentikan sementara karena berstatus terdakwa.
"Isi pasal tersebut yakni anggota DPD RI diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun. Atau menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus," paparnya.
GKR Hemas juga mengakui, ia tidak pernah lagi menerima dana reses sebagai anggota DPD RI sejak tahun 2017. Hal itu terjadi karena dia tidak bersedia membuat pernyataan tetulis mengakui kepemimpinan Oesman Sapta Odang (OSO).
Dikatakan, kondisi itu terjadi sejak April 2017 lalu, atau tepatnya setelah kepemimpinan DPD RI dipegang OSO. Kala itu, OSO menyaratkan setiap anggota menandatangani surat pengakuan bahwa dirinya pemimpin yang sah.
"Kalau ada anggota yang tidak mau menandatangani anggaran reses ditahan," Hemas, seraya mengatakan tetap melaksanakan tugasnya, meski tak menerima dana reses.
R24/wan