Masya Allah, Beginilah Merananya Masyarakat Palestina yang Dirawat di Jalur Gaza
RIAU24.COM - Penderitaan masyarakat Palestina yang kini dirawat di beberapa rumah sakit yang berada di Jalur Gaza, saat ini kian bertambah. Hal itu disebabkan sejumlah rumah sakit di daerah itu saat ini mengalami kendala krisis listrik.
Kebanyakan masyarakat Palestina yang tengah dirawat di sejumlah rumah sakit tersebut, adalah mereka yang menjadi korban serangan tentara Israel.
Kondisi itu dibenarkan Direktur Kerja sama Internasional Kemenkes Palestina, Ashraf Abu Mahdi. Dikatakan, saat ini ada lima rumah sakit di Gaza yang terancam tidak dapat lagi beroperasi.
"Kelima rumah sakit itu tidak mendapat suplai bahan bakar untuk mengoperasikan generator diesel sebagai sumber energi pengganti listrik yang padam," terangnya, dilansir Middle East Eye, Senin 4 Februari 2019 kemarin.
Terkait krisis listrik itu, salah seorang penduduk Gaza, Maryam al Gawga mengaku khawatir. Sebab, putrinya tengah menjalani perawatan berupa cuci darah di Rumah Sakit Anak al Rantisi, yang berada di Jalur Gaza.
"Anak saya harus menjalani dialisis. Paling tidak empat jam sehari mesin pencuci darah bekerja. Mesin itu memberi harapan hidup bagi putri saya. Adanya krisis bahan bakar ini membuat hidupnya dan 43 pasien dengan kasus yang sama dalam bahaya," ungkapnya, dilansir cnnindonesia.com.
Hingga saat ini, aksi penyerangan yang dilakukan Israel terhadap sipil Palestina, masih saja berlangsung dan membuat korban jiwa dan luka-luka terus bertambah.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza, jumlah pasien yang mengalami luka-luka, semakin bertambah sejak 10 bulan terakhir. Peningkatan jumlah pasien ini membuat rumah sakit di Palestina butuh suplai listrik, obat-obatan, dan keperluan medis lebih dari biasanya.
Untuk menghindari kemungkinan terburuk, Kemenkes Gaza terus mencari penyumbang bahan bakar. KOndisi semakin parah, karena selain bahan bakar, ambulans yang ada di Gaza kebanyakan juga sudah tak layak lagi.
Bahkan, sejumlah pasien juga tidak bisa dirawat karena rumah sakit telah kehabisan ruang dan kasur untuk perawatan.
Parahnya kondisi itu, juga dibenarkan Asraf. Dikatakan, sejak dimulainya protes warga Palestina dalam The Great March of Return pada Maret hingga akhir 2018, korban cidera akibat serangan tentara Israel mencapai 26 ribu orang lebih. Ironisnya, setengah dari mereka tidak bisa mendapat penanganan medis. ***