Disebut-sebut Ada Kecurangan, Muncul Petisi Pemilu Ulang di Australia
RIAU24.COM - Saat ini muncul petisi yang mendesak pelaksanaan Pemilu di Sydney, Australia, diulang lagi. Petisi ini muncul, seiring dengan munculnya kabar yang menyebutkan tentang dugaan kecurangan saat pemungutan suara, yang digelar Sabtu akhir pekan kemarin.
Yang paling mencolok, adalah dugaan tentang adanya upaya menghalangi-halangi WNI yang ingin menyalurkan hak suaranya. Jumlah WNI yang menerima perlakukan itu, dikabarkan mencapai ratusan orang.
Dikutip dari laman petisi online, Change.org, sebuah akun bernama The Rock mengklaim, ratusan warga Indonesia yang mempunyai hak pilih tidak diizinkan mencoblos. Padahal mereka sudah ada dalam antrean panjang di depan TPS Townhall, sejak siang.
“Proses yg panjang dan ketidakmampuan PPLN [Panitia Pemilihan Luar Negeri] Sydney sebagai penyelenggara menyebabkan antrian tidak bisa berakhir sampai jam 6 sore waktu setempat. Sehingga ratusan orang yg sudah mengantri sekitar 2 jam tidak dapat melakukan hak dan kewajibannya untuk memilih karena PPLN dengan sengaja menutup TPS tepat jam 6 sore tanpa menghiraukan ratusan pemilih yg mengantri di luar,” tulis The Rock, dilansir viva, Senin 15 April 2019.
“Untuk itulah komunitas masyarakat Indonesia menuntut pemilu ulang 2019 di Sydney Australia. Besar harapan kami KPU, Bawaslu dan Presiden Joko Widodo bisa mendengar, menyelidiki dan menyetujui tuntutan kami. Sekian dan Terimakasih,” tulisnya lagi
Sejauh ini, petisi itu telah diteken 16.646 orang, sejak diunggah pada Minggu kemarin.
Salah seorang WNI di Australia, Linggawati Suwahjo, sebelumnya menuturkan dugaan kecurangan Pemilu di Sydney. Lingga mengaku tidak dapat memberikan hak suaranya karena dia terdaftar sebagai pemilu dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK). Sebab ia pindah dari Jakarta Barat ke Sydney.
Lingga lantas mendatangi kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sydney untuk memberikan suaranya. Petugas di KJRI memberitahukan kepada Lingga bahwa namanya terdaftar di TPS 5 di Sydney Town Hall George Street.
Tapi Lingga tak dapat segera masuk ke bilik TPS dan dia harus menunggu. Sayang, penantiannya sia-sia karena dia tidak bisa memilih, padahal petugas sudah menyuruhnya untuk menunggu.
Menurutnya, petugas KJRI menerapkan sistem time out atau waktu habis dengan tenggat yang sangat terbatas, yaitu satu jam saja. Ketentuan ini diberlakukan bagi WNI yang membawa formulir A5.
Mestinya, ujarnya, waktu itu dapat diperpanjang jika melihat antusiasme masyarakat Indonesia di sana.
Masuk DPK
Terkait hal itu, salah seorang anggota Sekretariat PPLN Sydney, Hermanus, mengatakan, ratusan WNI yang tak bisa menggunakan hak suaranya di Sydney merupakan warga yang masuk ke dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Dilansir idntimes, Hermanus mengatakan, sesuai aturan, WNI dalam kateogri ini baru bisa menggunakan hak suaranya satu jam sebelum pemilu berakhir yakni di pukul 18:00 waktu setempat.
Ditambahkannya, semua WNI yang berada di dalam DPT sudah terlayani dengan baik hingga pukul 17:00 waktu setempat. Setelah jam itu, antreannya mulai membludak. Ratusan WNI muncul jelang TPS ditutup.
PPLN Sydney tidak sanggup menampung lonjakan massa sehingga antrean membludak. Salah satu TPS yang mengalami lonjakan massa adalah TPS di Town Hall.
"Kami kewalahan karena satu TPS hanya ada 7 orang petugas. Antrean yang terjadi di luar ekspektasi kami," ujar Ketua PPLN Sydney, Heranudin.
Terpisah Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan, pihaknya masih menunggu rekomendasi dari panitia pengawas agar persoalan di Sydney segera ditindaklanjuti.
"Kalau kami dapat rekomendasi dari panwas, bisa saja dilakukan pemungutan ulang," ujarnya, dilansir antara. ***