Pemekaran Provinsi Papua, Jangan Sampai Membebani APBN
RIAU24.COM - JAKARTA- Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron menyebutkan, agar pemekaran atas Provinsi Papua dikaji ulang kembali. Agar tidak ada lagi Provinsi dan Kabupaten yang hanya mengandalkan dana APBN.
Sebab berdasarkan data Tim Kajian Pemekaran Provinsi Papua dari sisi keuangan, semua daerah di Provinsi Papua tak memenuhi syarat untuk dimekarkan.
zxc1
Sumbangsih pendapat asli daerah (PAD) ke APBD di bawah 50 persen. Kabupaten Timika sekalipun, tempat PT Freeport Indonesia, tambang emas terbesar dunia beroperasi, PAD-nya menyumbang 35 persen ke APBD.
"Kalau melihat rumusannya seperti itu, tentu kita harus hati-hati, seksama, dicermati secara baik melibatkan seluruh masyarakat atau partisipasi, kemudian mempertimbangkan terhadap fiskal," ujar Herman yang merupakan mantan Wakil Ketua Komisi II DPR itu saat diskusi di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
zxc2
Herman menambahkan, jangan sampai Daerah Otonomi Baru (DOB) dibentuk malah akan membebani satu daerah dengan daerah lain. Karena, saat ini, beberapa kepala daerah di Papua mewacanakan pembentukan dua provinsi baru.
Yang paling dikhawatirkan dari terbentuknya Provinsi baru adalah anggaran lebih terserap terhadap penyediaan infrastruktur pemerintahan. "Jangan sampai itu terjadi," kata Herman.
Seperti diketahui, wacana pemekaran Provinsi Papua kembali bergulir lagi sejak September lalu, sebulan setelah terjadi protes antirasisme secara luas di Papua.
Setidaknya ada tiga kelompok kepala daerah di Papua telah deklarasi sebagai calon daerah pemekaran berdasar wilayah adat yakni Provinsi Tabi meliputi Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Mamberamo Raya, Keerom, dan Sarmi;
Papua Selatan atau wilayah adat Ahim Ha mencakup Merauke, Mappi, Asmat, Boven Digoel;
Papua Tengah, kawasan adat Meepago meliputi Nabire, Puncak, Timika, Paniai, Intan Jaya, Dogiyai, dan Deyai.
Hal ini pun disambut oleh pemerintah dengan memberikan izin atas dua provinsi yakni Papua Selatan dan Papua Tengah. Dan saat ini, sedang dipertimbangkan apakah layak atau tidak dimekarkan. Baik dari sisi keuangan, jumlah penduduk, hingga luas wilayah.
Menurut Anggota Tim Kajian Pemekaran Papua, Prof Melkias Hetaria, hampir semua daerah yang akan dimekarkan tak layak dari sisi keuangan, karena ketergantungan yang akut terhadap pemerintah pusat melalui dana alokasi umum dan otonomi khusus Papua.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, ada empat kabupaten yang akan dimekarkan di wilayah Selatan Papua mengalami hal tersebut.
Gabungan postur APBD 2018 Kabupaten, Merauke, Mappi, Asmat, dan Boven Digoel yang diproyeksikan jadi Provinsi Papua Selatan dipersentasekan pada realisasi pendapatan, punya kontribusi rendah, berkisar 4 persen.
Rinciannya, PAD Merauke (5 persen dari pendapatan), Mappi (2 persen), Asmat (5 persen) dan Boven Digoel (2 persen).
Sedangkan persentase belanja pegawai empat kabupaten total 20 persen dari realisasi pendapatan 2018. Rinciannya, Merauke (26 persen dari pendapatan), Mappi (18 persen), Asmat (18 persen), dan Boven Digoel (15 persen).
Untuk membiayai kebutuhan pembangunan, termasuk belanja pegawai yang tak dapat dipenuhi dari pendapatan asli daerah, masih bergantung dana alokasi umum dengan persentase di atas 50 persen dari total pendapatan. Rinciannya, Merauke (60,9 persen), Mappi (58 persen), Asmat (58 persen) dan Boven Digoel (63 persen). (R24/Bisma)