Rebut Masjid Al-Aqsa, Erdogan Akan Komandoi Kebangkitan Islam
RIAU24.COM - Kekuasaan Israel atas situs suci umat Islam, Masjid Al-Aqsa, adalah menjadi alasan utama Turki ingin melancarkan serangan ke negara Zionis itu. Hal ini lah yang dibaca oleh Yunani, yang saat ini juga tengah terlibat ketegagan dengan negara di bawah pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Menurut laporan yang mengutip dari VIVA Militer yang mentality media Yunani, Pentapostagma, Yunani menuduh Erdogan memang ingin tampil sebagai pemimpin utama negara-negara Islam dunia. Untuk mencapai mimpinya, Erdogan ingin merebut kembali Masjid Al-Aqsa di Jerussalem.
Selain itu, untuk merealisasikan ambisinya Erdogan juga memberikan dukungan terhadap organisasi sayap militer Palestina, Hamas. Bagi Israel dan negara-negara Barat sektunya semisal Amerika Serikat (AS) dan Inggris, Hamas dinilai sebagai kelompok teroris.
Meskipun pada faktanya, organisasi ini memberikan perlawanan atas kekejaman rezim Zionis Israel yang terus menindas rakyat Palestina. Yunani meyakini ambisi Erdogan pasca keputusan pria 66 tahun itu mengubah gereja bersejarah, Hagia Sophia, menjadi masjid.
Amerika juga sudah mencium langkah perlawanan Turki. Kementerian Pertahanan Turki di bawah komando Jenderal (Purn.) Hulusi Akar, dengan berani membeli rudal sistem pertahanan udara S-400 Triumf dari Rusia.
AS pun murka dengan langkah Turki ini. Sebab seperti yang diketahui, Rusia adalah salah satu lawan Amerika, selain Korea Utara, China, dan Iran. Akibatnya juga, posisi Turki sebagai anggota Pakta Atlantik Utara (NATO) terancam. Bukan cuma itu, Turki juga ditangguhkan keberadaanya sebagai salah satu negara yang masuk dalam program jet tempur siluman AS, F-35 Lightning II.
Turki juga kemungkinan besar akan menghadapi kemarahan Uni Eropa (UE) dan negara Muslim lainnya, Mesir. Khusus untuk Mesir, Turki juga mengalami ketegangan di front Perang Libya.
Turki yang mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA), harus bertentangan dengan Mesir di bawah komando Presiden Abdel Fatah el-Sisi, yang bersekutu dengan Panglima Tentara Nasional Libya (LNA), Marsekal Khalifa Haftar.