23 Tahun Jatuhnya Pesawat Silk Air di Sungai Musi, Pilot Bunuh Diri Bersama Ratusan Penumpang Karena Terlilit Hutang
RIAU24.COM - Pada 19 Desember tahun 1997 lalu, pesawat Silk Air MI185 terbang dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bandara Changi, Singapura. Tidak ada yang tahu jika saat itu adalah terakhir kalinya melihat keberadaan utuh pesawat pesawat.
Tanpa adanya laporan cuaca buruk atau laporan kerusakan mesin, pesawat komersil asal Singapura ini terjatuh di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan hingga hancur sekitar pukul 16.12 WIB. Pesawat tersebut terbang dengan ketinggian 3.700 meter di atas Sungai Musi saat tiba-tiba arah pesawat berbalik dengan posisi nyaris vertikal dan terjun bebas ke bawah dengan kecepatan penuh.
Sebelum jatuh ke sungai, beberapa bagian pesawat seperti ekor dan sayap hancur dan terlepas dari badan pesawat karena kuatnya kecepatan jatuh pesawat tersebut. Silk Air MI185 hancur jadi puing-puing kecil dan menewaskan semua penumpang dan awak pesawat. Pesawat ini membawa total 104 penumpang yang terdiri dari 97 penumpang dan 7 awak penerbangan. Sebagian besar korban tak bisa lagi dikenali. Jenazah penumpang dan kru pesawat tercecer seperti bubur, bahkan potongan tubuh 90% ditemukan hanya sebesar ukuran ibu jari saja.
Sementara itu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia justru mengesampingkan dugaan kegagalan mekanis pesawat, cuaca, atau penyimpangan kontrol lalu lintas udara sebagai penyebab kecelakaan.
Seorang Agen asal Amerika Serikat yang mnyelediki kasus tersebut menyebut kecelakaan diduga tindakan sengaja oleh seorang atau lebih dari satu orang dari dalam pesawat. Khususnya sang pilot, yang diketahui mengalami kerugian yang besar di pasar saham di sekitar waktu penerbangan.
Tsu Way Ming, pilot Silk Air MI185 yang berasal dari Singapura dan kopilot Duncan Ward dari Selandia Baru. Dikutip dari New York Times, Tsu Way Ming telah menderita kerugian besar di pasar saham sebelum pesawat itu terjatuh. Laporan polisi Singapura pun menambahkan jika Tsu juga tengah diterpa masalaah keuangan. Ia menderita kerugian dari perdagangan saham di Singapura senilai 2,25 juta dolar Singapura, 15 hari sebelum kecelakaan, yang menyebabkan Tsu mempunyai hutang sebesar 118 ribu dolar Singapura.
Selain itu, ada catatan jika Tsu sempat membuat polis asuransi untuk istri dan anaknya jika ia mengalami kematian atau cacat permanen. Polis pertama dibayar pada 16 Desember dan mulai berlaku pada 19 Desember, tepat saat hari peristiwa jatuhnya pesawat. Selain itu, Kapten Tsu yang merupakan mantan pilot dan instruktur pesawat A-4 Skyhawk Angkatan Udara Singapura, memiliki pengalaman dengan pesawat tersebut selama kurang lebih 20 tahun. Selama kariernya, ia pernah mengalami musibah, yaitu kehilangan 4 teman satu skuadronnya ketika latihan terbang rutin, setahun sebelum kecelakaan.
Kecelakaan itulah yang diduga berdampak pada psikologis dan mengubah kepribadian Tsu yang berujung pada kecelakaan pesawat Silk Air tersebut pada tahun 1997 tersebut. Namun pihak Silk Air membantah serangkaian hasil investigasi yang keluar dan mengatakan bahwa pesawat mereka, Silk Air 185 jatuh karena murni gangguan listrik pada mesin pesawat.