Advokat dan Akademisi Pekanbaru Respon Positif Rencana Revisi UU ITE
RIAU24.COM - PEKANBARU - Sejumlah advokat dan akademisi menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo terkait dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang mengatur Informasi Transaksi Elektronik.
Menurut Advokat Yusril Sabril, SH, MH, gagasan Presiden Joko Widodo yang meminta DPR RI merevisi UU ITE patut diapresiasi karena undang undang tersebut menimbulkan kegamangan di tengah masyarakat dalam mengemukakan pendapat yang secara konstitusional dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945.
''Sebagai penegak hukum saya mengapresiasi pernyataan presiden yang meminta Kapolri lebih selektif dalam menerima laporan masyarakat terkait dengan penggunaan UU ITE. Juga meminta DPR bersama-sama dengan Pemerintah mengkaji kembali pasal-pasal yang mengundang multi tafsir. Terutama pasal yang berkaitan dengan penghinaan dan pencemaran nama baik,'' ujar Yusril.
Yusril Sabri adalah advokat senior dan juga Ketua DPC Peradi Pekanbaru. Ia menyampaikan apresiasinya kepada sejumlah akademisi dari Universitas Islam Riau dan Universitas Islam Bandung saat kumpul bareng di salah satu cafe Jalan Arifin Ahmad Pekanbaru.
Dari UIR hadir Dosen Fakultas Hukum seperti Dr. H. Syafriadi, SH MH dan Wakil Dekan III S Parman. Dari Unisba hadir pula mahasiswa S3 Program Pascasarjana
CDR. Pelli Indra Buana, SH.MH, dan CDR. Hulaimi Abas, SH, MH, serta Kepala Dinas Perindag Kota Pekanbaru Drs. Ingot Ahmad Hutasuhut yang juga mahasiswa Ilmu Hukum PPs UIR dan Suryanto.
Yusril mengurai, penggunaan UU ITE dalam beberapa tahun terakhir sangat marak di masyarakat yang ditandai dengan munculnya laporan hukum atas perbedaan dalam merespon sebuah isu kekinian. Ia menilai, adalah hak setiap warga negara melaporkan warga negara lain dalam hukum. Tetapi patut juga dipahami, kalau setiap masalah harus diselesaikan secara hukum maka hal demikian dapat mengundang preseden yang tidak baik.
''Orang jadi takut melontar kritik dan pandangan karena pada akhirnya perbedaan tersebut berujung ke pengadilan,'' ujar Yusri.
Pandangan senada disampaikan S Parman. Kita harus belajar dari para founding fathers Republik ini yang menyelesaikan perbedaan pandangan secara arif, bijak dan humanis. Norma dalam UU ITE, kata Parman, masuk dalam kategori delik aduan. Bukan delik umum. Dan, yang dapat mengadukannya ke polisi, apakah namanya pencemaran nama baik atau penghinaan, adalah mereka yang memiliki legal standing.
''Saya perhatikan siapapun bisa melapor tanpa mempertimbangan apakah penghinaan atau pencemaran nama baik tersebut berkait langsung dengan dia atau tidak. Botuo (benar) yang disampaikan presiden, agar kapolri lebih selektif menerima laporan,'' urai Parman.
Prinsipnya, hukum memang harus ditegakkan. Akan tetapi, kata Parman, jangan sampai mengorbankan konstitusi. Atau menanamkan kebencian diantara anak bangsa.
Diskusi menjadi menarik dan berkembang luas ke berbagai masalah hukum lainnya. Ditambah lagi dengan ide-ide cerdas dari Hulaimi Abbas dan Pelli Indra Buana yang sedang bersemangat menyelesaikan program doktor ilmu hukum di Universitas Islam Bandung.*(rls)