Iran Bebaskan Kapal Tanker Korea Selatan Beserta Kaptennya Setelah Ditahan 3 Bulan
RIAU24.COM - Sebuah kapal tanker minyak milik Korea Selatan yang ditahan selama berbulan-bulan oleh Iran di tengah perselisihan miliaran dolar telah dibebaskan dan berlayar pada Jumat (9/4) pagi.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan Iran melepaskan kapal tanker beserta kaptennya setelah merebut kapal itu pada Januari lalu.
Kementerian mengatakan tanker Hankuk Chemi meninggalkan pelabuhan Iran sekitar pukul 6 pagi waktu setempat setelah menyelesaikan proses administrasi.
zxc1
Hankuk Chemi telah melakukan perjalanan dari fasilitas petrokimia di Jubail, Arab Saudi, ke Fujairah di Uni Emirat Arab ketika pasukan Pengawal Revolusi menyerbu kapal pada bulan Januari dan memaksa kapal untuk mengubah arah dan melakukan perjalanan ke Iran.
Iran menuduh MT Hankuk Chemi mencemari perairan di Selat Hormuz. Tetapi penyitaan itu secara luas dilihat sebagai upaya untuk menekan Seoul agar melepaskan miliaran dolar aset Iran yang diikat di bank-bank Korea Selatan di tengah sanksi berat Amerika terhadap Iran.
zxc2
Kantor berita Korea Selatan Yonhap, mengutip seorang pejabat Kementerian Luar Negeri yang tidak disebutkan namanya, menyarankan Seoul untuk melunasi iuran Perserikatan Bangsa-Bangsa Iran yang telah menunggak.
Pada Januari, PBB mengatakan Iran menduduki puncak daftar negara yang berhutang kepada badan dunia dengan tagihan minimum lebih dari $ 16 juta. Jika tidak dibayar, Iran bisa kehilangan hak pilihnya seperti yang dipersyaratkan di bawah Piagam PBB.
"Kami mengharapkan untuk membuat kemajuan yang cukup besar dalam hal pembayaran iuran PBB. Kami juga telah mengekspor peralatan medis senilai sekitar $ 30 juta sejak kami melanjutkan perdagangan kemanusiaan dengan Iran April lalu," kata pejabat tak disebutkan namanya itu.
Perkembangan itu terjadi ketika Iran dan kekuatan dunia bersiap untuk melanjutkan negosiasi di Wina pada hari Jumat untuk memutuskan kebuntuan atas sanksi AS terhadap Iran dan pelanggaran perjanjian nuklir Iran.
Kesepakatan nuklir 2015, yang kemudian ditinggalkan Presiden Donald Trump tiga tahun kemudian, menawarkan keringanan sanksi kepada Iran dengan imbalan pembatasan program nuklirnya.