Viganella : Sebuah Desa Unik di Italia yang Selalu Mengalami Kegelapan Selama 3 Bulan, Hingga Buat Warganya Nekat Ciptakan Matahari Sendiri
href="//www.riau24.com">RIAU24.COM - Di Indonesia, merasakan hawa panas dari matahari sudah biasa. Bahkan, suhu panas di Indonesia pernah mencapai >50 derajat celcius. Kenyataan ini berbanding terbalik dengan sebuah desa kecil di dataran Italia, Viganella. Selama ratusan tahun desa Viganella di Italia harus rela tidak mendapat sinar matahari selama musim dingin. Pasalnya desa tersebut berada di sebuah lembah curam, di antara dua gunung yang berdempetan.
Letaknya di daerah Milan, Italia membuat desa ini cukup populer. Namun, keberadaannya yang berada di bawah lembah membuat desa ini tidak bisa disinari matahari. Sinar matahari yang menyinari terhalang oleh gunung yang menyebabkan desa ini serasa mengalami musim dingin abadi. Ketika musim dingin datang, desa ini menjadi semakin dingin. Bayangkan saja, ketika musim panas menyinari sebagian besar kota di Italia, Viganella tetap tidak bisa merasakan sinar matahari. Apalagi memang cuaca sedang musim dingin.
Selama tiga bulan dalam setahun, Viganella berada dalam kondisi gelap dan dingin. Pada bulan November, Matahari benar-benar menghilang sampai datang musim panas di bulan Februari. Selama beratus-ratus tahun, desa ini sulit untuk mendapatkan sinar matahari.
Banyak warganya yang pindah ke daerah yang lebih hangat dan mendapat sinar matahari. Pier Franco Midali adalah wakil kepala desa dan sebenarnya berprofesi sebagai masinis. Sejak lama ia ingin membawa kembali matahari ke desanya.
Hingga akhirnya tahun 2004 seorang insinyur datang ke tempat ini dan mengadakan pertemuan untuk membuat matahari buatan. Sang insinyur yang bernama Giacomo Bonzani ini berpikir untuk membuat sebuah matahari buatan di desanya.
Awalnya, banyak orang tak percaya dengan ide gila tersebut. Namun, Giacomo Bonzani mampu membuktikan idenya. Ia membuat matahari dengan menggunakan cermin raksasa. Tahun 2005, Walikota Viganella mengucurkan dana USD 100.000 dan konstruksi pun dapat dimulai.
Ia memutuskan untuk memasangkan cermin raksasa berukuran 8x5 meter di puncak gunung.
Bonzani menjelaskan: "Materialnya bisa merefleksi 95 persen sinar matahari. Pada jalur refleksi, intensitas cahaya berkurang karena ada partikel debu dan kelembaban di udara. Bagaimana pun juga dari cermin ke desa mencapai jarak satu kilometer."
Hingga akhirnya, November 2006, Cermin raksasa berdiameter 40 meter persegi dan berat 1,1 ton berhasil dipasang. Sejak itu, desa Viganella dapat merasakan sinar matahari selama 6 jam dalam satu hari.
Cermin tersebut mampu memantulkan cahaya matahari dari atas ke dasar lembah Desa Viganella. Cermin raksasa ini juga digerakkan oleh sistim komputer sehingga dapat melacak di mana sumber sinar matahari dan memantulkan secara otomatis ke desa tersebut.
Namun, dua tahun terakhir, rangkaian listrik dan silinder hidroliknya rusak. Cermin tidak bisa bergerak, dan desa tidak mendapat sinar matahari. Midali, selaku kepala desa dan tim teknisinya harus berjalan selama satu jam untuk memodifikasi cermin di puncak.
Perlengkapan diangkut dengan kereta gantung untuk barang. Lembah Antrona di Piemont sangat curam, sehingga di puncak tidak ada jalur untuk kendaraan. Hanya ada kereta gantung dan jalan setapak. Untuk beberapa meter terakhir, Midali harus turut menggotong perlengkapan. Boks panel listrik harus dibawa hingga ketinggian 1100 meter di atas desa. Kebakaran telah merusak boks panel yang lama.
Setelah boks panel diganti, cermin berfungsi kembali dan desa Viganella tidak lagi gelap. Berkat cermin tersebut, atap dan tembok-tembok rumah bisa memperoleh sinar matahari. "Harus sedikit gila untuk mengembangkan ide dan visi baru. Ini membantu kami untuk bisa berkembang dari dunia kecil ini," ujar Midali.
Ia yakin cerminnya akan terus memberikan sinar matahari bagi desanya di musim-musim dingin mendatang.