China Dalam Bahaya, 5 Kapal Perang Taiwan Bakal Dilengkapi Rudal Pembunuh Kapal Induk
RIAU24.COM - Militer Taiwan mengumumkan rencana untuk memutakhirkan lima korvet kelas Tui Chiang yang akan dilengkapi rudal pembunuh kapal induk. Keberadaan mereka akan menjadi sumber bahaya bagi kapal induk mahal China.
Menurut laporan media Taiwan yang dikutip Sputnik yang disalur oleh Sindonews, Selasa (13/12/2022), lima korvet-kapal perang kecil dengan bobot 685 ton-kelas Tuo Chiang yang tersisa dalam pesanan, masing-masing akan dimuati dengan delapan rudal anti-kapal supersonik Hsiung Feng III (Brave Wind).
Rudal pembunuh kapal induk ini adalah salah satu yang paling berbahaya di gudang senjata Taiwan, mendorong hulu ledak kelas 500 pound dengan kecepatan hingga 2,5 kali kecepatan suara, untuk menyerang target permukaan pada jarak hingga 250 mil.
Pada kecepatan dan jarak itu, rudal tersebut akan menimbulkan ancaman eksistensial bagi kapal perang yang jauh lebih besar darinya, bahkan kapal induk China yang masing-masing bobotnya dapat mencapai 85.000 ton, karena kesulitan pertahanan udara untuk melawannya.
Selain rudal canggih, kapal perang kelas Tuo Chiang yang akan dioperasikan Taiwan akan mendapatkan empat rudal anti-kapal Hsiung Feng II yang lebih tua dan 16 rudal surface-to-air Ha-Chien II. Ketiga kapal kelas Tuo Chiang yang sudah selesai dibangun memiliki muatan senjata yang sedikit lebih ringan, tetapi tetap menjadi senjata ampuh.
Memasang kapal lincah seperti korvet dengan senjata "shoot-and-scoot" yang kuat seperti rudal adalah bagian dari strategi perang asimetris yang semakin dikejar oleh Taipei karena ketakutannya akan konflik dengan China tumbuh.
Amerika Serikat telah mendorong pemikiran asimetris di Taiwan, sebagian dimotivasi oleh konflik di Ukraina, di mana AS telah memasok Kiev dengan senjata pengepungan dan penyergapan dalam jumlah besar seperti rudal anti-tank yang ditembakkan di bahu dan artileri roket HIMARS.
AS telah menjual berbagai senjata anti-kapal dan anti-udara kepada Taipei dalam beberapa tahun terakhir, dan mendorong Taipei untuk meningkatkan korps pertahanan sipilnya jika terjadi invasi China.
Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang bandel dan melihat pemerintah Taipei sebagai sisa-sisa bekas Republik China, yang tetap hidup dengan dukungan dari kekuatan asing seperti AS.
AS telah menegaskan dukungannya terhadap Taiwan, sebuah masyarakat kapitalis dengan pemerintahan demokrasi liberal gaya Barat, sebagai senjata utama dalam "persaingan kekuatan besar" dengan China. Ironisnya, bagaimanapun, Washington secara resmi mengakui posisi China di Taiwan dan setuju dengan kebijakan "Satu-China" Beijing.
Pengumuman dari militer Taiwan ini muncul di tengah laporan bahwa Jepang juga sedang berusaha untuk membeli ratusan rudal jelajah Tomahawk dari Amerika Serikat. Rudal jarak jauh, yang dapat menyerang target 1.000 mil jauhnya, juga sedang dicari Tokyo sebagai tanggapan atas meningkatnya ketegangan di Taiwan, serta dengan Korea Utara.